Selasa 04 Nov 2014 11:35 WIB

Pendamping Pemimpin

Pemimpin yang mendapat kepercayaan rakyat harus mengedepankan prinsip keadilan.
Foto: Blogspot.com
Pemimpin yang mendapat kepercayaan rakyat harus mengedepankan prinsip keadilan.

Oleh: Imam Nur Suharno

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila Allah menghendaki seorang pemimpin menjadi baik, Allah memberinya pembantu (pendamping) yang jujur. Jika ia lupa, pembantunya mengingatkan, dan jika ia ingat, pembantunya mendukungnya. Tetapi, jika Allah menghendakinya tidak demikian, Allah memberinya pembantu yang buruk. Jika ia lupa, pembantunya tidak mengingatkan, dan jika ia ingat, pembantunya tidak mendukungnya.” (HR Abu Dawud).

Hadis di atas memberikan arahan kepada para pemimpin untuk memilih (mengangkat) para pendamping (pembantu) yang memiliki kompetensi dalam mengelola negara. Ia harus berhati-hati dalam memilih. Jika salah maka dapat berakibat fatal.

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW menjelaskan sifat seorang pendamping, yaitu pendamping yang menyuruh dan mendorong pemimpin untuk berbuat kebaikan dan pendamping yang mendorong pemimpin untuk mekakukan kejahatan. (HR Bukhari).

Khalifah Umar bin Khattab RA pernah mengingatkan agar tidak memilih pendamping (pembantu) berdasarkan cinta dan kedekatan. “Barang siapa menunjuk seseorang untuk suatu jabatan karena pertimbangan cinta dan kedekatan kekeluargaan dan ia mempekerjakannya hanya karena itu, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul, dan orang-orang beriman.”

Seperti apa seharusnya seorang pendamping pemimpin itu? Pertama, yang ahli di bidangnya. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancurannya.” (HR Bukhari).

Kedua, memahami strategi mutakhir dalam bekerja. Rasulullah SAW bersabda, “Sedikit kerja dengan ilmu berarti banyak dan banyak kerja dengan kebodohan berarti sedikit.” (HR as-Suyuthi). Ketiga, profesional dalam bekerja. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang di antara kalian yang melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan secara profesional.” (HR Baihaki).

Keempat, yang amanah. Dalam hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, “Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati. Apabila salah satu dari keduanya berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR Abu Dawud).

Kelima, membekali diri dengan ketakwaan. Allah SWT berfirman, “Berbekallah dan sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS al-Baqarah [2]: 197). Dengan takwa maka segala urusan akan dimudahkan (QS at-Thalaq [65]:4). Terkait pendamping yang takwa ditegaskan pula dalam surat az-Zukhruf [43] ayat 67, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.”

Dengan demikian, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu itu .…” (QS at-Taubah [9]: 105). Wallahu a’lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement