Oleh: Dadang Kahmad
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alkisah, suatu hari Nabi Isa As dan seorang sahabatnya berjalan di tepi sungai dan mereka memakan tiga potong roti. Satu potong untuk Nabi Isa, satu potong untuk orang itu, sisa satu potong lagi disimpan. Ketika Nabi Isa pergi minum ke sungai dan kembali, sepotong roti yang tersisa sudah tidak ada. Beliau bertanya, “Siapakah yang telah mengambil sepotong roti sisanya?” Sahabatnya itu menjawab, “Aku tidak tahu.”
Tiba-tiba mereka melihat rusa dan kedua anaknya. Dipanggillah salah satu dari anak rusa itu, lalu disembelih dan dibakar. Kemudian dimakan berdua, lalu Nabi Isa As menyuruh anak rusa yang telah dimakan itu supaya hidup kembali. Hiduplah ia seizin Allah. Kemudian Nabi Isa bertanya, “Demi Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti kekuasaan-Nya, siapakah yang telah mengambil sepotong roti itu?” Jawab sahabatnya, “Aku tidak tahu.”
Kemudian mereka berjalan sampai berada di hutan dan mereka sedang duduk, Nabi Isa mengambil tanah dan kerikil dan berkata, “Jadilah emas dengan izin Allah.” Tiba -tiba tanah dan kerikil itu berubah menjadi emas dan dibagi jadi tiga bagian. Beliau berkata, “Untukku sepertiga, sepertiga ini untukmu, sedangkan sepertiga sisanya ini untuk orang yang mengambil roti.” Sontak sahabat itu menjawab, “Akulah yang mengambil roti itu.”
Nabi Isa berkata, “Ambillah semua bagian ini untukmu.” Lalu, keduanya berpisah. Orang tersebut didatangi dua orang perampok dan akan membunuhnya. Orang itu bernegosiasi, “Lebih baik kita bagi tiga saja.” Kedua perampok itu setuju, lalu menyuruh salah seorang di antara mereka pergi ke pasar untuk berbelanja makanan. Maka timbullah perasaan orang yang berbelanja itu dan berkata di dalam hatinya, “Untuk apa kita membagi harta itu, lebih baik makanan ini aku bubuhi racun saja biar keduanya mati, dan aku ambil semua harta itu.” Lalu, makanan itu diberinya racun.
Sedangkan, orang yang menunggu di tempat tersebut berkata, “Untuk apa kita membagi harta ini, lebih baik jika ia datang, kita bunuh saja. Lalu, harta ini kita bagi dua saja.” Saat orang yang berbelanja telah pulang, segera dibunuh oleh keduanya, hartanya dibagi dua bagian. Keduanya pun makan dari makanan yang telah diberi racun. Tinggallah harta itu di hutan, sedangkan matilah mereka di sekitar harta itu.
Nabi Isa berjalan di hutan dan melihat kejadian tersebut. Maka, ia pun berkata kepada sahabat-sahabatnya yang lain, “Inilah contoh dunia maka berhati-hatilah kamu kepadanya.”
Begitulah betapa manusia yang sudah diliputi jiwa serakah bisa mengorbankan siapa pun yang dianggap jadi penghalang nafsunya. Penyakit keserakahan terjadi pada setiap generasi, termasuk pada umat Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya salah satu yang aku takutkan atasmu semua sepeninggalku nanti ialah apa yang akan dibukakan untukmu semua itu dari keindahan harta dunia serta hiasan-hiasannya, yakni bahwa meluapnya kekayaan pada umat Muhammad inilah yang amat ditakutkan sebab dapat merusakkan agama jikalau tidak waspada mengendalikannya (HR Bukhari-Muslim).
Kekhawatiran Rasulullah SAW justru pada rusaknya sikap beragama karena sifat rakus, terjebak pada kecintaan berlebihan pada dunia. Keserakahan biasanya identik sifat kikir. Dalam Alquran surah at-Taghobun ayat 16, Allah memuji orang yang bermurah hati, tidak kikir. “Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang yang beruntung.” Wallahu’alam.