Selasa 21 Jan 2014 14:22 WIB

Wanita-Pria Bersentuhan Kulit, Batalkah Wudlunya? (2)

Rep: Syahruddin El Fikri/ Red: Endah Hapsari
Wudhu (ilustrasi).
Wudhu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Lalu, apakah maksud dari kata 'menyentuh wanita' (Laamastum an-Nisaa`) itu? Dalil ini, pada dasarnya adalah dalam konteks wudlu. Para ulama, berbeda pendapat mengenai larangan menyentuh perempuan yang menyebabkan batalnya wudlu.

Menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama, kata Lamastum an-Nisaa` dalam ayat diatas, artinya adalah menyentuh. Maka, apabila menyentuh perempuan, hukumnya membatalkan wudlu. Siapapun orangnya, baik yang menyentuh maupun yang tersentuh, keduanya wajib berwudlu.

Selain ayat diatas, dalil yang dipergunakan adalah bersumber dari Ma`qil bin Yasar. Nabi SAW, bersabda: ''Sesungguhnya, ditusuknya kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi, itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.'' (HR Thabrani dalam Al-Kabir XX/211 dengan isnad hasan, dan HR Baihaqi).

Dalam hadis lain disebutkan, ''Siapa yang menyentuh telapak tangan wanita tanpa alasan yang membolehkan, maka akan diletakkan di atas tangannya bara api di hari kiamat.''

Pendapat ini dianut oleh mazhab Syafii. Mereka berargumentasi, larangan bersentuhan dengan orang yang bukan muhrimnya sebagai bentuk kehati-hatian. Namun, apabila orang yang sentuhan itu ada pembatas (kain), maka hal itu tidak membatalkan.

Ulama Malikiyah (ulama yang bermazhab Maliki) berpendapat, yang dimaksud dengan kata Laamastum an-Nisaa` dalam surah Al-Maidah [5]: 6, adalah Laamisa (saling menyentuh). Karena itu, menurut mazhab ini, jika hanya satu orang saja yang menyentuh, dan yang lain tidak menyentuh, maka hukumnya tidak membatalkan wudlu.

Sementara itu, para mufassir (ahli tafsir) berpendapat, yang dimaksud dengan kata Laamastum an-Nisaa` diatas, maknanya adalah menyetubuhi. Karena itu, menurut mereka, yang dimaksud dengan membatalkan wudlu adalah apabila menyetubuhi seorang perempuan. Pendapat ini didukung oleh ulama Hanafiyah (ulama yang menganut mazhab Hanafi).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement