Rabu 10 Apr 2013 09:58 WIB

Solusi Qisas untuk Hukum Rimba

hukuman fisik (ilustrasi)
hukuman fisik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.

Hilangnya rasa aman dan mudahnya menghilangkan nyawa manusia, baik yang dilakukan aparat, terutama Densus 88, maupun penghilangan nyawa oleh masyarakat, telah menggiring situasi keamanan kepada hukum rimba.

Padahal, katanya Indonesia adalah negara hukum. Selain materi hukum yang kurang jelas, perilaku penegak hukum yang semena-mena juga ikut andil dalam hal ini.

Apakah solusi hukum qisas relevan untuk diangkat dan diterapkan di Indonesia, sementara sebagian orang Islam sendiri menilai hukum qisas itu kejam?

Hamba Allah

Waalaikumussalam wr wb.

Hukum rimba yang tengah berlangsung di Indonesia saat ini disebabkan beberapa faktor. Yakni, lemahnya kepemimpinan nasional, rusaknya perilaku aparat/penegak hukum, rancunya materi hukum dan keputusasaan rakyat.

Islam sebagai din (agama) pembawa rahmat bagi semesta telah sempurna memberikan tuntunan bagi manusia dan telah terbukti dalam sejarah peradaban manusia dari masa ke masa. Pertanyannya adalah maukah umat dan bangsa ini menjadikan Islam sebagai sumber hukum dan panduan bagi kehidupannya?

Dalam kasus hukum rimba, misalnya, syariat qisas adalah solusi yang rasional, modern, dan sejalan dengan rasa kemanusiaan manusia yang berakal sehat.

Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS al-Baqarah [2]: 178).

Allah SWT mewajibkan pelaksanaan hukuman qisas. Secara literal, qisas merupakan kata turunan dari qashsha-yaqushshu-qashshan wa qashashan yang berarti menggunting, menceritakan, mengikuti jejak, atau membalas.

Sedangkan, secara istilah, Ibnu Manzur di dalam ensikloedi Lisan al-Arab mengartikan qisas adalah suatu hukuman yang ditetapkan dengan cara mengikuti bentuk tindak pidana yang dilakukan, seperti membunuh dibalas dengan membunuh.

Hukuman mati seperti ini disebut qisas karena hukumannya sama dengan tindak pidana yang dilakukan mengakibatkan qisas tersebut. Seperti, membunuh dibalas dengan membunuh dan memotong kaki dibalas dengan pemotongan kaki pelaku tindak pidana tersebut.

Para ulama sepakat, kewajiban menerapkan hukum qisas ini adalah di antara perkara-perkara yang pasti dan wajib diketahui setiap orang yang mengaku dirinya beriman, sama dengan kewajiban shalat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah fardhu lain dalam Islam.

Jika seorang mengaku dirinya beriman kepada Allah SWT, tapi menganggap hukuman qisas itu tidak wajib atau menganggap hukuman tersebut tidak manusiawi atau menganggap hukum kisas kejam dan hukuman buatan manusia itu lebih baik daripada hukum Allah, ia bisa dianggap kafir karena mengingkari sesuatu yang jelas dan tegas disebutkan hukumnya dalam Alquran.

Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah [2]: 179). Para ulama tafsir menganggap ayat ini merupakan ayat yang paling baligh (baik susunan kata dan maknanya) dalam Alquran karena menjadikan kematian (dalam qisas) sebagai penyebab kehidupan bagi manusia.

Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan jika qisas dilaksanakan, orang yang ingin membunuh akan merasa jera karena takut akan diqisas jika melakukan pembunuhan.

Sehingga, hal itu memberikan kehidupan baginya dan orang yang akan dibunuhnya serta orang banyak yang akan saling membunuh karena dendam di antara mereka mengakibatkan pembunuhan.

Ibnu Katsir mengatakan, hikmah di balik pensyariatan qisas adalah menjaga jiwa manusia karena orang yang hendak membunuh jika mengetahui akibatnya ia juga akan dibunuh sebagai balasan dari perbuatannya, ia akan berhenti. Sehingga, hukuman itu memberikan kehidupan bagi manusia.

Qisas memang merupakan hukuman yang kejam. Namun, sejujurnya pelaku pembunuhan jauh lebih kejam, bahkan sangat kejam. Seseorang dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) ketika hukum qisas akan dijalankan. Namun, orang yang telah membunuh orang lain tidak terkena hukum HAM.

Kekejaman harus dihentikan dengan hukuman yang setimpal agar bisa menjerakan (deterensif). Dengan qisas, pelaku akan jera sebelum berbuat jahat dan akan berpikir keras karena korban atau ahli warisnya (bila korban meninggal) berhak membalas dengan perlakuan setimpal.

Celakanya dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Buku II Titel XIX disebutkan, barang siapa yang dengan sengaja menghilangkan jiwa orang karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun. Di samping itu, negara juga berkewajiban untuk menghidupi mereka selama dalam tahanan.

Berapa uang rakyat yang harus dikeluarkan untuk membiayai pembunuh dalam penjara? Contoh, biaya makan setiap napi per hari adalah Rp 5.000. Selama dipenjara, misalnya 15 tahun sebagai hukum maksimal bagi pembunuh, maka negara harus mengeluarkan dana makan saja sebesar  15 x 365 x Rp 5.000 = Rp 27.375.00.

Belum lagi biaya kesehatan, pakaian, dan sebagainya. Dalam Islam, orang yang beramai-ramai ikut serta dalam pembunuhan seseorang pun harus diqisas seluruhnya. Agar, jangan sampai itu menjadi jalan atau cara untuk menghindari hukuman qisas.

Dalam suatu peristiwa pembunuhan, ketika tujuh orang penduduk Sana’a membunuh seseorang, Umar bin al-Khattab berkata tegas, “Kalau seluruh penduduk Kota Sana’a bersama-sama membunuh orang ini maka saya akan mengqisas mereka semua.”

Wallahu a’lam bish shawwab.

Ustaz Bachtiar Nasir

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement