Kamis 09 Feb 2012 09:53 WIB

Mengambil Manfaat Gadaian (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Pegadaian (ilustrasi).
Foto: Antara
Pegadaian (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Selanjutnya, bila pemanfaatan itu dilakukan oleh pegadai tanpa seizin si empunya barang, maka para ulama sepakat tidak boleh dilakukan selama gadaian itu bukan berupa benda yang bisa dinaiki, seperti kendaraan ataupun seperti sapi yang bisa diperah susunya.

Dalam kasus terakhir, yaitu berupa kendaraan atau hewan perah, mazhab Hanbali memperbolehkan pengambilan manfaat walau tidak seizin pemiliknya. Hal ini, karena pada dasarnya, barang dan manfaat gadaian sepenuhnya ialah hak milik pegadai.

Penggadai Mendulang Manfaat

Bagaimanakah hukum pemanfaatan oleh murtahin? Para ulama berbeda pandangan dalam beberapa kasus yang terjadi saat barang hendak dimanfaatkan oleh pegadai.

Pertama, pemanfaatan tersebut dilakukan seusai memperoleh izin dari pemilik barang. Menurut mazhab Syafi’i, jika pemanfaatan itu telah disyaratkan sejak awal transaksi gadai maka syarat tersebut tidak sah, hukum transaksi gadainya pun demikian, batal. Hal ini karena syarat yang diberlakukan berlawanan dengan inti dari akad. Bila syarat tersebut tidak ada saat pertama kali akad, pegadai atas seizin pemilik barang boleh mengambil manfaat. Karena bagaimanapun, hak milik atas barang berada di tangan pegadai.

Mazhab Hanbali memandang apabila pemanfaatan berlangsung tanpa adanya ganti apa pun melainkan utang pegadai sebagai gantinya, maka haram hukumnya. Karena, hutang yang melahirkan manfaat dilarang dalam syariat Islam. Tetapi, apabila ada timbal balik di luar pokok utang, maka kalangan Hanbali tidak mempersoalkannya.

Kasus ini dalam tradisi pemikiran fikih mazhab Hanafi terdapat tiga perbedaan pendapat, yaitu yang pertama, haram karena dianggap riba walaupun telah mendapatkan izin dari pemilik barang. Kedua, boleh memanfaatkan gadaian selama pegadai mengizinkannya.

Dan pendapat yang ketiga di mazhab yang berafiliasi pada metode fikih tokoh kenamaan Abu Hanifah tersebut, tidak memperbolehkan pemanfaatan yang disyaratkan pada awal akad transaksi karena itu dianggap riba. Selama tidak ada syarat apa pun dan telah diizinkan pemilik maka diperbolehkan.

Secara singkat, persoalan memanfaatkan gadaian diulas oleh kalangan Nahdliyyin. Dalam Buku Kumpulan Hukum Islam NU, dijelaskan dalam kasus mengambil manfaat dengan tanpa syarat terdapat tiga perbedaan pendapat, yaitu haram, halal, dan syubhat. Muktamar memutuskan bahwa yang lebih berhat-hati ialah pendapat yang menyatakan keharamannya.

Di bagian lain hasil keputusan disebutkan, diperbolehkan mengambil manfaat setelah mendapatkan izin dari pemilik barang seusai akad dilangsungkan. Padahal tidak ada ketentuan apa pun saat akad ataupun masa khiyar, yaitu memilih deal atau tidaknya sebuah transaksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement