Senin 23 Apr 2018 17:52 WIB

Mengenal Sosok Ulama Terkemuka Turki Said Nursi

Said Nursi salah seorang pemikir Islam yang paling cemerlang di zaman modern.

Era Dinasti Ottoman.
Foto: Aksitarih.com
Era Dinasti Ottoman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bediuzzaman atau Keajaiban Zaman. Gelar itu ditabalkan sejarah kepada Said Nursi ulama terkemuka dari Turki. Ia juga dikenal sebagai salah seorang pemikir Islam yang paling cemerlang di zaman modern. Secara konsisten, Said Nursi memperjuangkan gagasannya yang menjadikan Islam sebagai agama yang dinamis di dunia modern.

Said Nursi juga dikenal sebagai seorang teolog bervisi kokoh yang berupaya menyatukan dunia Islam yang telah retak. Selama hidupnya, Said Nursi telah melahirkan sejumlah karya penting, salah satunya adalah Risale-i Nur atau Risalah Nur, sebuah tafsir Alquran setebal lebih dari enam ribu halaman.

Bagi rakyat Turki, ia tak hanya sekadar ulama dan pemikir agung. Said Nursi juga merupakan pahlawan bagi umat Islam di negara yang dulunya sempat menjadi adidaya dunia lewat Kekhalifahan Turki Usmani. Selain sempat memimpin pasukan untuk melawan invasi Rusia, secara gencar Said Nursi juga melakukan perlawanan atas sistem sekuler yang dibangun Mustafa Kemal Ataturk.

Sang ulama dan pemikir agung ini terlahir pada era kemunduran Dinasti Turki Usmani. Ia lahir di Desa Nurs, Provinsi Bitlis Anatolia Timur pada 1877. Ia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Mirza dan ibunya bernama Nuriye atau Nura. Keluarga itu tinggal bersama masyarakat Kurdistan.

Sukran Vahide, penulis buku Biografi Bediuzzaman Said Nursi, dalam catatan akhirnya, menyebutkan bahwa sang ulama ini adalah seorang sayyid, yakni keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Konon, ibunya adalah seorang Husaini dan ayahnya ‘Hasani. Namun, ia tak pernah menyombongkan nasab keluarganya.

Sukran Vahide membagi kehidupan Said Nursi menjadi tiga periode. Periode pertama adalah Said Qadim (Said Lama). Periode ini dimulai dari kelahirannya sampai tahun 1920 ketika terjadi transformasi spiritual dalam diri Said Nursi. Nursi sendiri menamainya sebagai Said Qadim.

Periode kedua kehidupannya disebut Said Jadid (Said Baru). Periode itu berlangsung sejak 1920 sampai dengan 1950. Ketiga adalah Third Said (1950-1960). Sejak kecil, Said Nursi telah menunjukkan kepandaiannya. Ia merupakan seorang anak yang cerdas dan kritis. Ia mulai mempelajari ilmu agama dan ilmu lainnya pada usia sembilan tahun.

Ia pertama kali belajar pada madrasah yang dipimpin Muhammad Afandi di Desa Thag pada 1886. Ia juga menimba ilmu dari para ulama terkenal di daerahnya. Pada 1891, ia bersama seorang temannya berangkat menuju madrasah di Bayezid, satu daerah di Turki Timur. Di tempat itulah, Said Nursi mempelajari ilmu-ilmu agama dasar karena sebelum itu ia hanya belajar Nahwu dan Sharaf.

Dalam belajar, Said Nursi menunjukkan kesungguhannya. Dalam waktu tiga bulan, Said Nursi telah membaca seluruh buku. Ia menguasai sekitar 80 kitab, di antaranya Jam’u al-Jawami, Syarh al-Mawakif, dan Tuhfah.

Pada 1894, Said Nursi berangkat menuju KotaVan atas undangan wali kotanya yang bernama Hasan Pasya. Dalam waktu yang relatif singkat, ia mampu menguasai matematika, ilmu falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, sejarah, geografi, dan lain-lain.

Berkat kecerdasan dan kemampuannya menguasai beragam ilmu pengetahuan itulah, sang pemikir agung ini dijuluki Bediuzzaman. Said Nursi tidak puas dengan sistem pendidikan yang ada di Turki Usmani. Pada 1907, ia berangkat ke Istanbul untuk menyampaikan usulan kepada pemerintah agar mendirikan Universitas Zahra yang memadukan sains dan iptek dengan agama. Sayangnya, impiannya itu tak tercapai karena keburu pecahnya Perang Dunia I dan kondisi Turki Usmani yang tidak stabil.

Ketika konstitusi kedua diundangkan dalam sistem Pemerintahan Turki Usmani pada 23

Juli 1908, Said Nursi mendukung pemerintahan konstitusional. Perhatiannya lebih difokuskan pada kegiatan orasi dan menulis makalah-makalah sebagai media untuk menjelaskan makna kebebasan dalam Islam dan pengaruh Islam dalam kehidupan politik.

Pada 1911, Said Nursi berangkat ke Damaskus untuk menyampaikan khotbah di Masjid Umayyah tentang kondisi umat Muslim dan cara mengatasi masalah-masalahnya. Khotbah itu, beberapa tahun kemudian, diterbitkan dalam sebuah risalah berjudul Hutbe-I Samiye.

sumber : Mozaik Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement