Rabu 31 Jan 2018 00:37 WIB

Ulama Turki Serukan Umat Muslim untuk Bersatu

Satu-satunya solusi pada saat ini adalah umat datang bersama

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Esthi Maharani
Palestina
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Palestina

REPUBLIKA.CO.ID,  ISTANBUL -- Kepala Urusan Agama Turki, Ali Erbas, mengatakan bahwa masalah Palestina dan Yerusalem dapat dipecahkan melalui berbagai upaya persatuan dari umat Muslim di dunia. Lembaga Urusan Agama Turki menggelar acara bertajuk "Yerusalem: Kota yang Diberkati oleh Wahyu" pada Senin (29/1) waktu setempat. Kegiatan itu bertujuan untuk menarik perhatian tentang pentingnya Yerusalem dalam keyakinan Islam, dan untuk menekankan solidaritas dengan warga Palestina yang tertindas.

"Sekarang jelas bahwa mereka yang menduduki Palestina dan Yerusalem dan menyeret dunia ke dalam perang dan kekacauan, tidak peduli dan tidak memperhitungkan nilai-nilai hukum, belas kasihan, suara hati, demokrasi dan hak asasi manusia. Satu-satunya solusi pada saat ini adalah umat datang bersama untuk mencegah penganiayaan dan pendudukan," kata Erbas, dilansir dari World Bulletin, Selasa (30/1).

Dia menggarisbawahi bahwa Israel terus melakukan penindasan terhadap rakyat Palestina dan menduduki wilayah mereka dengan dukungan dari Amerika Serikat dan kekuatan global lainnya. Komunitas penyerang, yang dibangun sebagai segelintir minoritas di pusat geografi Islam, telah menjadi hambatan terbesar bagi perdamaian di Timur Tengah. Hal itu menurutnya dengan dukungan sejumlah pusat kekuasaan, terutama Amerika Serikat, melalui sikap yang sembrono yang mengabaikan hukum internasional, moralitas dan kesucian dari keyakinan lainnya.

Erbas menyalahkan posisi masyarakat Islam yang lemah dan tersebar untuk situasi di Yerusalem. Ia mengatakan, negara-negara Islam harus meninggalkan pertengkaran dan konflik buatan di antara mereka sendiri.

Menurutnya, dunia Islam yang kuat dan sejahtera akan menjamin kedamaian dan kepercayaan seluruh umat manusia. Hal itu juga menjadi suara hati serta harapan akan hak asasi manusia, hukum, keadilan dan keselamatan.

"Kami tahu bahwa pertempuran ras dan denominasi adalah virus mematikan yang ditinggalkan oleh orang lain dalam wilayah geografi ini," tambahnya.

Sekitar 70 ilmuwan Muslim dan peneliti dari 20 negara, termasuk Pakistan, Indonesia, Irak, Yordania, Azerbaijan, Kazakhstan, Inggris, Prancis, Kenya, Somalia, dan Uganda, ikut serta dalam acara dua hari tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement