Ahad 03 Aug 2014 10:58 WIB

Takbir Fitri Gendang Jiwa

Umat Islam mengikuti shalat ied di alun-alun Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat/ca
Umat Islam mengikuti shalat ied di alun-alun Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Oleh Ustaz Erick Yusuf*

Langit menggemakan takbir, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Gema takbir ini mestilah bukan hanya bersumber dari speaker-speaker masjid yang seadanya itu. Mestilah alam semesta raya turut bertakbir karena tidak putus-putus suara itu mengiang di telinga, bahkan merasuk jauh ke dalam kalbu.

Malam ini saya membayangkan seluruh planet bertakbir, matahari, bintang-bintang, galaksi, nebula semua penduduk langit bertakbir.

Bahkan, boleh jadi seluruh sel-sel dalam tubuh pun turut bertakbir, ya itulah jawaban kenapa ketika jeda suara takbir masjid, tapi seakan masih terdengar dalam jiwa bukan hanya lewat gendang telinga, tapi mungkin kalau boleh menamakannya dengan gendang jiwa.

Namun, di tengah takbir fitri yang agung, sebaliknya saya merasa kecil semakin kecil bahkan lebih kecil lagi.

Perasaan yang campur aduk, mengaduk rasa antara kegembiraan Ied Mubarok dan kesedihan Ramadhan yang berlalu. Pikiran yang agak lelah ini tercenung akan kalimat “minal aidin wal fa’idzin” kembali ke fitrah dan meraih kemenangan.

Mudah memang untuk melafazkannya, namun benarkah kita sudah benar-benar kembali ke fitrah. Bagaimana bisa meraih kemenangan jika tidak mencapai fitrah? Bagaimana ukurannya?

Bagaimana juga dengan hadis “barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”, apakah kita berhasil mendapatkannya? Seperti apa rasanya?

Astaghfirullah Ya Rabb, begitulah jika kita terjebak pada permainan pikiran dan permainan kata-kata, angka statistik, ukuran barometer, takaran yang selalu kita pikirkan. Karenanya gema takbir, ayat-ayat, hadis-hadis hanya berputar di kepala, terurut rapi dengan untaian kata namun seringkali tidak merasuk dalam jiwa.

Sudah saatnya kita mendengar bukan hanya dengan gendang telinga, namun dengan gendang jiwa. Kita hanya mesti fokus berupaya untuk selalu melakukan perubahan menjadi yang lebih baik setiap saat, menjadi manfaat di setiap waktu. Dan biarkan seluruh ukuran, takaran dan perhitungan hanya ada disisi Allah SWT.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri, “Ja’alanallahu wa iyyakum minal aidin wal fa’izin, taqabalallahu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan batin. Ya Rabb, jadikanlah kami semua manusia yang baru, yang Engkau ridhai. Kumpulkan kami di surga-Mu, Ya Rabb.

Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi Allah adalah yang mengamalkannya.

*Pimpinan lembaga dakwah iHAQi, penulis buku 99 Celoteh Kang Erick Yusuf. @erickyusuf/www.ihaqishop.com

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement