REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 9 Oktober 1927, sejumlah ulama dan kiai menggelar Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) II di Surabaya (Jawa TImur). Belakangan, dalam forum itulah warga Nahdliyin untuk pertama kalinya menyaksikan lambang organisasi tersebut.
Kala itu, logo NU dipasang pada gerbang lokasi acara, yakni Hotel Peneleh. Ada peran KH Ridwan Abdullah di balik pembuatan lambang tersebut.
Pada masa itu, logo bola dunia yang dikelilingi sembilan bintang itu masing asing bagi kalangan Nahdliyin, termasuk yang menetap di Surabaya. Oleh karena itu, Muktamar NU tersebut sempat mengadakan suatu majelis khusus untuk sosialisasi arti dan makna lambang NU.
Dalam sidang majelis tersebut, Kiai Raden Adnan hadir sebagai ketua. Ulama asal Solo itu lantas meminta Kiai Ridwan untuk menjelaskan arti lambang NU. Kiai kelahiran Surabaya itu pun menjelaskan kandungan makna yang terdapat dalam logo tersebut.
Tali yang terdapat pada lambang NU menyiratkan agama. Adapun tali yang melingkari bola dunia melambangkan semangat ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan sesama kaum Muslimin di seluruh dunia.
Kemudian, untaian tali yang berjumlah 99 melambangkan Asmaul Husna atau nama-nama Allah. Bintang besar yang berada tepat di tengah bagian atas melambangkan kebesaran Nabi Muhammad SAW.
Empat bintang kecil pada kiri dan kanan melambangkan para Khulafaur rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Empat bidang di bagian bawah melambangkan empat mazhab yang diikuti Ahlus sunnah wa al-jama’ah (Aswaja), yaitu Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Hambali, dan Imam Malik. Jumlah semua bintang yang mencapai sembilan mengisyaratkan Wali Sanga, para penyebar Islam di Tanah Jawa.
Setelah menyimak pemaparan Kiai Ridwan, seluruh peserta majelis khusus tersebut mengucapkan syukur. Mereka memahami betapa dalamnya makna logo yang dibuat sang kiai. Seluruh peserta Muktamar NU kemudian menetapkan karya itu sebagai lambang organisasi tersebut. Hingga saat ini, logo bola dunia berlatar hijau tersebut masih terus digunakan oleh NU.
