REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran menegaskan, sesungguhnya kaum Yahudi dan Nasrani mengetahui kabar kedatangan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang terakhir. Bahkan, mereka familiar dalam mengenal beliau, sebagaimana mengenal anak-anaknya sendiri.
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui” (QS al-Baqarah: 146).
“Orang-orang yang telah Kami berikan Kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah)” (QS al-An’am: 20).
Begitu keras upaya mereka dalam menyembunyikan berita tentang kedatangan Rasulullah SAW sebagai utusan Allah yang terakhir itu. Padahal, Taurat atau Kitab Perjanjian Lama telah mencantumkan petunjuk tentang kenabian Muhammad SAW.
Misalnya, dalam Kitab Ulangan (33:2)—bagian dari Perjanjian Lama—disebutkan bahwa “Tuhan telah datang dari Tursina dan telah terbit bagi mereka dari Seir dan kelihatan ia dengan gemerlapan cahaya-Nya dari Gunung Paran.”
Teks itu sesungguhnya berbicara tentang kedatangan risalah Islam yang berpancar dari Makkah. Sebab, Gunung Paran menurut Kitab Kejadian (21:21) dalam Perjanjian Lama, adalah tempat Nabi Ismail bin Nabi Ibrahim AS memperoleh air (Zamzam).
Dengan demikian, yang tercantum dalam Kitab Ulangan itu mengisyaratkan tempat terpancarnya ajaran Allah yang dibawa oleh nabi, yang datang dari tempat Nabi Ismail AS dan ibundanya mendapatkan air Zamzam. Siapakah nabi yang datang dari Gunung Paran membawa ajaran Ilahi itu? Adakah selain Nabi Muhammad SAW? Faktanya, sejarah membuktikan bahwa hanya Nabi Muhammad SAW sendiri.
Kisah perjumpaan Nabi Muhammad SAW ketika masih berusia anak-anak dengan Pendeta Buhaira adalah salah satu penanda jelas. Yakni, bahwa para ahli kitab memang sudah mengetahui tanda-tanda sosok nabi akhir zaman.
View this post on Instagram
Buhaira merupakan salah seorang pendeta Nasrani yang berpegang pada tauhid. Dalam arti, ia meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah; bahwa Nabi Isa AS adalah utusan-Nya. Saat melihat Nabi Muhammad SAW kecil dan Abu Thalib di Syam, ia menyaksikan tanda-tanda yang luar biasa. Misalnya, naungan awan yang selalu mengikuti ke manapun beliau berada.
Maka, Pendeta Buhaira mengundang Abu Thalib ke kediamannya. “Maaf, Tuan, apakah hubunganmu dengan anak ini? Apakah dia adalah putramu?” tanyanya kepada Abu Thalib.