REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada hakikatnya, para ulama saling berbeda pendapat mengenai najis atau tidaknya sperma. Kesemua ulama memiliki dalih yang berlandaskan dengan pedoman syariat.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, menurut sebagian ulama, termasuk Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, sperma hukumnya najis. Sedangkan menurut sebagian ulama lain, termasuk Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Dawud, hukum sperma adalah suci.
Terdapat dua hal yang menimbulkan perbedaan pendapat tersebut. Pertama, kerancuan riwayat hadis Sayyidah 'Aisyah. Disebutkan, “Kuntu aghsilu tsauba Rasulillah SAW minal manni fayakhruju ilashholati wa inna fihi labqo’al maa-i.” Yang artinya, “Aku mencuci pakaian Rasulullah SAW yang terkena sperma, lalu beliau memakainya untuk sholat, padahal masih ada sisa air.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Aku menggosok pakaian Rasulullah SAW…” dan dalam riwayat yang lain lagi disebutkan, “Kemudian beliau sholat dengan memakai pakaian itu.” Kalimat tambahan ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.
View this post on Instagram
Kedua, ketidakjelasan status sperma apakah disamakan dengan benda-benda lain yang keluar dari tubuh manusia, atau disamakan dengan cairan-cairan suci yang keluar daripadanya; seperti keringat, susu, dan lain sebagainya.
Para ulama yang berupaya yang mengkompromikan semua hadis tersebut menyatakan bahwa tujuan mencuci adalah demi kebersihan. Mereka berdalih bahwa yang digosok adalah benda yang suci, karena upaya menggosok tidak mungkin dapat menyucikan sesuatu yang najis.