REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK — Guru Besar Tetap bidang Sejarah Islam dan Arab Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia Prof Dr Apipudin melakukan kajian nasionalisme Islam pada era awal Orde Baru di Depok, Kamis (27/2/2025).
Dia menjelaskan bahwa Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) telah menjadi bagian integral dari penguatan solidaritas nasional di Indonesia pada awal pemerintahan Orde Baru dan berhasil diselenggarakan pertama kali pada 1968 di Makassar dengan mengumpulkan para pembaca Quran dari seluruh penjuru Indonesia.
"Hal ini menjadi langkah strategis pemerintahan Presiden Suharto untuk memperkuat hubungan dengan komunitas Muslim di Indonesia pasca peristiwa G30S/PKI 1965," kata dia.
Ia mengatakan, menteri agama saat itu, KH Mohammad Dahlan, membuka MTQ pertama dengan membacakan pesan Presiden Suharto tentang pentingnya dukungan umat Islam dalam pembangunan bangsa berdasarkan ajaran Quran. Pada MTQ kedua di Bandung,1969, Ketua MPRS Jenderal A.H. Nasution menekankan pentingnya mengamalkan Quran, bukan sekadar membacanya.
MTQ ketiga yang digelar di Banjarmasin pada 1970 semakin mengokohkan peran Islam di ranah publik dengan partisipasi luas masyarakat dan siaran langsung melalui RRI, yang berperan penting dalam menyebarluaskan pesan religius MTQ.
“MTQ juga menjadi ajang bagi Indonesia untuk berpartisipasi dalam MTQ internasional di Malaysia. Kompetisi ini tidak hanya mempererat hubungan bilateral antara kedua negara, tetapi juga menegaskan peran Islam dalam melawan pengaruh komunisme di Asia Tenggara.” ujar dia.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, festival MTQ tidak hanya berfungsi sebagai ajang keagamaan, tetapi juga sebagai simbol politik untuk merangkul elemen Islam dalam upaya pembangunan nasional. Orde Baru memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat kesatuan nasional dan menciptakan sinergi antara Islam dan nasionalisme dalam konteks Perang Dingin.