Kamis 07 Nov 2024 16:04 WIB

Kemenag Gelar Mudzakarah Soal Haji

Forum mudzakarah bahas soal haji digelar di Bandung.

Direktur Bina Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Arsad Hidayat saat diwawancara usai memberikan arahan pada acara Bimtek PPIH Arab Saudi di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (20/4/2024).
Foto: Dok Tim MCH
Direktur Bina Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Arsad Hidayat saat diwawancara usai memberikan arahan pada acara Bimtek PPIH Arab Saudi di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (20/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama menggelar Mudzakarah Perhajian Indonesia untuk membahas berbagai isu-isu krusial yang menjadi dasar kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 Hijriah/2025 Masehi.

Forum tersebut digelar selama tiga hari, 7-9 November 2024 di Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, Jawa Barat.

Baca Juga

"Ini juga dalam rangka harmonisasi seluruh ormas Islam, di mana pada tahun-tahun sebelumnya Mudzakarah Perhajian ini juga pernah diadakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Situbondo milik Nahdlatul Ulama serta di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta," kata Direktur Bina Haji Kemenag Arsad Hidayat di Jakarta, Kamis.

Arsad mengatakan salah satu isu penting yang akan dibahas dalam agenda Mudzakarah Perhajian adalah terkait hukum penggunaan nilai manfaat dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Hal ini menyusul adanya hasil ijtima’ ulama MUI pada Mei 2024 yang melarang penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) calon jamaah untuk membiayai jamaah lain. Pemanfaatan dana semacam itu disebut mengurangi hak calon jamaah.

"Ini kalau betul diimplementasikan, banyak konsekuensinya. Yang paling jelas itu adalah kenaikan biaya Bipih atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji yang harus dibayarkan oleh setiap jamaah," kata Arsad.

Menurut dia, Kemenag sudah berkomunikasi dengan beberapa elemen masyarakat, di antaranya Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) dan juga beberapa ormas besar Islam di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah.

Mereka umumnya menolak dengan ide gagasan tersebut. NU menyatakan bahwa penggunaan nilai manfaat dari dana haji untuk penyelenggaraan ibadah haji itu diperbolehkan.

"Salah satu argumentasinya adalah akad yang digunakan ketika jamaah menyetorkan dana haji itu bukan akad wadiah atau menyimpan uang, tapi akad wakalah mutlaqah," kata Arsad.

Akad wakalah mutlaqah, artinya mewakilkan secara seluruhnya secara mutlak. Dengan kata lain, ketika jamaah melakukan setoran awal untuk mendaftar haji, mereka hanya menyimpan dana untuk dapat nomor porsi.

"Terkait dengan dana tersebut mau diinvestasikan, mau dimanfaatkan supaya mendapatkan nilai manfaat yang banyak, termasuk juga sisi kemanfaatannya akan dipergunakan dengan pola apa, itu menjadi kewenangannya al-wakil atau orang yang diberikan wakalah," kata dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement