REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, meminta Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, untuk segera mengevakuasi pasukan Penjaga Perdamaian PBB (UNIFIL) dari Lebanon selatan. Netanyahu menyebut wilayah tersebut sebagai benteng pertahanan Hizbullah dan zona pertempuran yang berbahaya.
Pimpinan Partai Likud ini mendesak agar pasukan UNIFIL ditarik untuk melindungi keselamatan mereka, mengingat adanya peningkatan intensitas konflik di daerah tersebut setelah intervensi militer Israel untuk melawan Hizbullah.
Permintaan Netanyahu tersebut ditolak oleh Guterres. Melalui juru bicaranya, Guterres menegaskan, "Pasukan penjaga perdamaian akan tetap berada di semua posisi mereka. Ia menekankan bahwa keselamatan personel PBB harus dijamin, dan lokasi mereka harus dihormati oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik. Guterres juga memperingatkan bahwa serangan terhadap pasukan PBB bisa dianggap sebagai kejahatan perang, serta melanggar hukum internasional,"ujar Gutterres dikutip dari JPost.
Netanyahu secara terbuka mengungkapkan, penolakan terhadap keputusan Guterres melalui sebuah video yang disiarkan dalam bahasa Ibrani dan Inggris. Dia menuduh, penolakan ini menjadikan pasukan UNIFIL sebagai perisai manusia bagi Hizbullah.
Menurut Netanyahu, PBB seharusnya mengutamakan keselamatan pasukannya, mengingat situasi di lapangan yang kian berbahaya. Israel telah melancarkan operasi militer di wilayah tersebut sejak awal Oktober, dengan tujuan menghentikan serangan Hizbullah.
Saat ini, pasukan UNIFIL berjumlah sekitar 10.000 personel dan ditempatkan di wilayah perbatasan Israel-Lebanon sejak tahun 1978. Mereka memiliki mandat untuk memantau gencatan senjata dan pelanggaran Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang mengakhiri Perang Lebanon Kedua pada 2006.
Sejumlah insiden baru-baru ini semakin meningkatkan ketegangan di wilayah itu. Tentara Penjajah Israel (IDF) dilaporkan telah beberapa kali menargetkan pangkalan UNIFIL di Lebanon, yang menyebabkan luka-luka pada pasukan penjaga perdamaian.
Salah satu insiden yang mendapat sorotan terjadi ketika dua tank Merkava IDF merangsek ke pos UNIFIL di Ramyah, merusak gerbang utama kompleks tersebut. Setelah mendapatkan protes dari PBB, tank-tank tersebut akhirnya meninggalkan lokasi.
Dalam insiden lain, sekitar 15 pasukan penjaga perdamaian UNIFIL mengalami iritasi kulit dan reaksi gastrointestinal setelah serangan yang terjadi hanya 100 meter dari posisi mereka.
Selain itu, dua penjaga perdamaian asal Indonesia terluka setelah jatuh dari menara pengawas akibat tembakan tank Israel. Netanyahu menyampaikan penyesalannya atas korban yang dialami oleh pasukan UNIFIL, namun menegaskan bahwa kritik internasional seharusnya diarahkan kepada Hizbullah, bukan kepada Israel. Ia menuding Hizbullah menggunakan UNIFIL sebagai perisai manusia untuk melindungi aktivitas mereka di kawasan tersebut.