REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia yang merupakan negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia jadi salah satu tonggak sejarah hubungannya dengan agama Islam. Di tengah maraknya Islamofobia di Eropa, Paus Fransiskus beberapa kali membela umat Islam meski dengan resiko mencapat kecaman.
Cendekiawan Islam dan Jesuit, Felix Koerner, mengungkapkan, di kampung halamannya di Buenos Aires, Paus Fransiskus sudah berteman dengan Omar Abboud, seorang tokoh penting Muslim di Argentina. Abboud adalah salah satu presiden Institut Dialog Antaragama di Buenos Aires, dan mantan sekretaris jenderal Islamic Center Argentina.
Sejak awal masa kepausannya, Paus Fransiskus telah menjadikan upaya untuk menjangkau umat Islam sebagai prioritasnya. Pada Maret 2013, ia membasuh kaki dua remaja Muslim sebagai bagian dari Misa Kamis Putih yang ia rayakan di pusat penahanan remaja di Italia. Dia mengulangi tindakannya pada tahun 2016, mencuci kaki beberapa imigran Muslim di pusat pencari suaka dekat Roma.
Setelah terpilih, Paus Fransiskus juga membawa serta persahabatan antaragama yang telah lama terjalin dari negara asalnya, Argentina. Pada 2014, ia melakukan perjalanan ke Israel, Yordania, dan Palestina bersama Rabbi Abraham Skorka dan Sheikh Omar Abboud.
Pada tahun 2019, Paus Fransiskus mengunjungi Abu Dhabi, di mana ia dan Imam Besar Al-Azhar Mesir, Sheikh Ahmad el-Tayeb, menandatangani "Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama." Teks tersebut mengundang “semua orang yang beriman kepada Tuhan dan beriman pada persaudaraan manusia untuk bersatu dan bekerja sama,” sambil menegaskan hak asasi manusia universal dan menyerukan “rekonsiliasi dan persaudaraan di antara semua orang beriman, bahkan di antara orang beriman dan tidak beriman, dan di antara semua orang.” orang-orang yang berkehendak baik."
Lima kunjungan Paus ke Afrika, termasuk kunjungannya pada Januari 2023 ke Kongo dan Sudan Selatan, juga merupakan dukungan kuat terhadap dialog Muslim-Katolik, seperti dilansir ucanews.com.
Pendekatan Vatikan kepada umat Islam tersebut sedianya sudah jadi salah satu agenda sejak 1960-an. Kala itu, Konsili Vatikan II telah menyepakati perlunya penghormatan terhadap umat Islam sebagai komunitas yang mengagungkan Tuhan dan menjalankan agama Ibrahim. Dalam putusan konsili pada 1964, Vatikan bahkan memasukkan umat Islam sebagai mereka yang masuk dalam skema penyelamatan Tuhan tanpa harus bergabung dengan Gereja Katolik.
Dalam beberapa kesempatan, Paus Fransiskus juga membela saat simbol-simbol Islam dihinakan. Selepas pembakaran dan perobekan Alquran di Swedia pada Juli 2023 misalnya, Paus mengatakan pembakaran kitab suci umat Islam, Alquran, telah membuatnya marah dan muak dan bahwa ia mengutuk dan menolak mengizinkan tindakan tersebut sebagai bentuk kebebasan berbicara.
“Kitab apa pun yang dianggap suci harus dihormati untuk menghormati mereka yang mempercayainya,” kata Paus dalam sebuah wawancara di surat kabar Uni Emirat Arab Al Ittihad, yang diterbitkan pada Senin. “Saya merasa marah dan muak dengan tindakan ini.
“Kebebasan berpendapat tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk merendahkan orang lain dan membiarkan hal tersebut harus ditolak dan dikutuk.”
Pada 2015, Paus Fransiskus juga membela kemarahan Muslim saat majalah satir Charlie Hebdo memuat kartun menghina Nabi Muhammad. Ia mengatakan kebebasan berekspresi ada batasnya.
Ia mengatakan hal itu ketika diwawancarai wartawan di pesawat kepausan didampingi Alberto Gasparri, yang mengatur perjalanannya dan berdiri di sisinya saat itu. “Jika teman baik saya Dr Gasparri melontarkan kata-kata makian terhadap ibu saya, dia bisa saja menerima pukulan,” kata Francis sambil berpura-pura melayangkan pukulan ke arahnya.
Dia menambahkan: “Itu normal. Anda tidak bisa memprovokasi. Anda tidak bisa menghina iman orang lain. Anda tidak bisa mengolok-olok iman orang lain.” Komentar itu membuat Paus mendapatkan sorotan di Eropa karena dilontarkan selepas serangan teroris ke kantor majalah Charlie Hebdo.