REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan skala prioritas, pemenuhan kebutuhan dapat dibagi menjadi tiga lini, yakni primer, sekunder dan tersier. Yang pertama itu paling penting, semisal pangan, sandang dan papan (hunian). Adapun yang kedua hanya dapat dipenuhi bila yang terdahulu sudah tersedia.
Berbeda dengan itu, kebutuhan tersier bersifat opsional. Umumnya, pemenuhan akan hal ini berkaitan dengan gaya hidup seseorang atau tuntutan lingkungan sosial tempatnya berada.
Sebagai salah satu kebutuhan tersier, barang mewah merupakan produk tambahan yang bisa membuat konsumennya merasa lebih menyenangkan. Di antara karakteristik barang mewah ialah diproduksi dengan jumlah terbatas, kualitas yang sangat baik, harga yang tergolong tinggi, serta menimbulkan kesan eksklusivitas.
Tak sedikit barang mewah yang juga bersifat branded atau bermerek terkenal. Umumnya, barang branded dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada rata-rata barang kebutuhan.
Barang-barang mewah dan branded itu meliputi item fashion, perhiasan, aksesori, jam tangan, tas, parfum, beauty (kecantikan), moda transportasi seperti mobil mewah dan jet pribadi, hingga makanan dan minuman tertentu.
Menurut anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Ustaz Dr Oni Sahroni, barang-barang yang mewah dan branded mesti ditelaah terlebih dahulu, yakni sebelum menentukan apakah itu semua wajib dikeluarkan zakatnya.
Pertama-tama, suatu aset wajib zakat apabila nilai ekonomisnya berkembang. Maksudnya, nilai ekonomisnya pada umumnya naik atau harganya meningkat, seperti rumah beserta tanahnya di perkotaan. Walaupun tidak diniatkan untuk diperjualbelikan, harga rumah dan tanah di kota cenderung akan naik dari tahun ke tahun.
"Sebab, salah satu kriteria aset wajib zakat adalah aset yang berkembang dengan adanya pertambahan nilai, baik pertambahan tersebut itu fisiknya (an-nami), seperti yang terjadi dalam zakat perdagangan (modal diputar dan memberikan keuntungan)," tulis Ustaz Oni Sahroni, seperti dikutip dari Pusat Data Republika.
Ada pula aset yang tidak ada pertambahan pada fisiknya karena bersifat iddle. Namun, jika diputar sebagai modal, ia akan memberikan keuntungan. Dengan perkataan lain, nilai ekonomisnya bisa berkembang (qabil li an-nama'). Misalnya, emas atau logam mulia.
Aset wajib dikeluarkan zakatnya jika ...