Polisi Tekankan Kejahatan Jalanan Bukan Klitih

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA — Istilah klitih yang sering dikaitkan dengan kejahatan jalanan masih menjadi perdebatan di masyarakat. Tidak sedikit yang mengidentikkan kejahatan jalanan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai klitih, sehingga tiap terjadi kejahatan jalanan sering disebut sebagai aksi klitih.

Padahal, dua istilah tersebut tidaklah sama. Kasi Humas Polresta Yogyakarta, AKP Sujarwo menekankan, kejahatan jalanan merupakan tindak pidana.

Baca Juga

Sedangkan, klitih merupakan istilah di masyarakat DIY yang dulunya diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan anak remaja di luar rumah untuk mencari angin segar. Artinya, klitih ini tidak dibarengi dengan aksi kejahatan.

Berbeda dengan kejahatan jalanan yang memang masuk dalam tindak pidana. Namun, saat ini istilah klitih ini bergeser menjadi istilah yang digunakan untuk menggambarkan anak-anak remaja yang melakukan kejahatan jalanan.

“Sebetulnya bahasa itu salah. Sedangkan di dalam KUHP, di dalam pelanggaran tidak ada pasal yang menyebutkan kejahatan klitih, itu tidak ada, tapi kalau kejahatan jalanan itu ada. Jadi yang lebih bisa dipertanggung jawabkan bahasanya itu kejahatan jalanan, bukan klitih,” kata Sujarwo kepada Republika, Rabu (31/7/2024).

Sujarwo meminta masyarakat untuk tidak menyebut kejahatan jalanan ini sebagai klitih. Terlebih, saat ini penyebutan kejahatan jalanan sebagai klitih ini sudah semakin masif di DIY, bahkan di luar DIY.

“Klitih itu berawal dari bahasa yang digunakan orang tua kita dulu, artinya keluar rumah untuk mencari angin segar. Makanya kita luruskan,”ucap Sujarwo.

Pengamat Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna juga sempat mengatakan kepada Republika bahwa istilah klitih sudah ada sejak lama di DIY, bahkan sudah muncul pada tahun 1990-an.

Istilah klitih itu dulunya tidak diartikan sebagai perilaku anarkis dan agresif. Namun, kata Hempri, klitih diartikan sebagai perilaku anak mudah yang bergerombolan keluar malam, namun tidak disertai dengan perilaku anarkis dan agresif.

"Definisi klitih sebenarnya hanya jalan-jalan, keluar malam dan sebagainya. Tapi kemudian orang akhirnya mendefinisikan klitih ini sebagai kejahatan jalanan yang dilakukan malam hari," kata Hempri.

Hempri menuturkan, fenomena yang terjadi saat ini lebih ke kejahatan jalanan, yang tidak sedikit dari kejahatan tersebut yang menimbulkan korban jiwa. Semakin banyaknya terjadi kejahatan jalanan tersebut, masyarakat justru terus menyebutkan sebagai klitih.

"Awalnya (klitih didefinisikan) bukan kejahatan jalanan. Saya kira munculnya klitih ini lebih dari sebagai sebuah pembentukan identitas, tapi memang tidak tahu kenapa akhir-akhir ini klitih itu identik dengan sebuah perilaku agresif dan anarkis," jelasnya.

Hempri juga menyinggung terkait perbedaan perilaku anarkis dan agresif yang dilakukan oleh remaja saat ini dan zaman dulu. Menurutnya, dulunya perilaku tersebut lebih dilakukan oleh anak muda di siang hari.

Berbeda dengan yang terjadi saat ini di DIY, yang mana dilakukan saat malam hari. Perilaku tersebut dilakukan bahkan dengan menggunakan senjata tajam (tajam).

"Perilaku itu (dulunya) cenderung siang atau dulu anak muda yang gerombolan pulang sekolah. Tapi sekarang cenderung ke arah perilaku agresif dengan melukai orang-orang, dan itu terjadi malam hari," jelas Hempri.