Selasa 30 Jul 2024 08:45 WIB

Harum Semerbak dari Makam Imam Bukhari

Sebelum ajal menjemputnya, Imam Bukhari bermunajat kepada Allah SWT.

Kitab Sahih Bukhari, karya monumental Imam Bukhari.
Foto: Menachem Ali
Kitab Sahih Bukhari, karya monumental Imam Bukhari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dialah seorang ahli hadis terkemuka dalam dunia Islam. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari. Sosok ini lebih dikenal sebagai Imam Bukhari.

Ulama dari abad kesembilan itu merupakan salah seorang pionir ilmu hadis. Sesuai julukannya, ia lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H. Bukhara merupakan suatu wilayah di tepian Sungai Jihun, Uzbekistan.

Baca Juga

Sepanjang hayatnya dihabiskan untuk beribadah, belajar, dan mengajar di majelis-majelis ilmu. Masyarakat sangat menghormatinya. Murid-muridnya begitu mencintainya. Apalagi, tidak hanya pengetahuannya yang luas, melainkan juga suri teladannya yang menginspirasi banyak orang.

Imam Bukhari meninggal dunia pada Syawal 256 H atau 1 September 870 M. Kepergiannya tentu saja menyisakan duka amat mendalam bagi para murid, pengikutnya serta Muslimin umumnya.

Abdul Quddus bin Abdul Jabbar as-Samarqandi mengisahkan hari-hari terakhir Imam Bukhari.

Suatu ketika, sang penghafal ratusan ribu hadis itu mengunjungi Khartank, yakni sebuah desa sekitar Samarkand. Sebab, ia memiliki sejumlah sanak famili di sana, dan menumpang di rumah mereka.

Suatu malam, terdengarlah suara munajatnya dari dalam kamar, usai waktu shalat malam. “Ya Allah, sesungguhnya bumi ini telah terasa sempit bagiku, padahal sebelumnya luas. Cabutlah nyawaku,” demikian doa Imam Bukhari.

Tak sampai waktu satu bulan, tutur Abdul Quddus, sang imam pun meninggal dunia. Jenazahnya dikebumikan di desa yang sama.

Kisah berikutnya menunjukkan karamah ulama tersebut, sebagaimana diriwayatkan dari kitab Siyar A’lam an-Nubala’ karya adz-Dzahabi.

Sebelum ajal menjemputnya, Imam Bukhari telah berwasiat kepada keluarganya, “Kafani aku dalam tiga helai kain putih. Tidak ada gamis dan imamah (serban).”

Maka, keluarga serta murid-muridnya melaksanakan pesan itu dengan baik. Hingga kemudian, Imam Bukhari meninggal dunia.

Ketika hendak dimakamkan, dari jenazah Imam Bukhari keluar wangi yang harum semerbak; wanginya melebihi minyak kesturi. Keadaan itu terus bertahan bahkan sesudah tiga hari lamanya jasad sang alim dikebumikan.

Fenomena itu lantas menjadi perhatian sendiri bagi orang ramai. Tak sedikit yang mendatangi kuburan Imam Bukhari untuk mencium harum tersebut. Beberapa orang bahkan mengambil sengenggam tanah dari kuburannya. Pihak keluarga nyaris saja tak mampu membendung keramaian. Oleh karena itu, di sekitar makam Imam Bukhari lantas dilingkari pagar.

Dengan begitu, orang-orang tak lagi bisa mendekatinya.

Harum semerbak dari makam Imam Bukhari terus menjadi perbincangan warga. Banyak yang menganggapnya sebagai tanda-tanda bahwa Allah SWT telah meridhai amal perbuatannya selama di dunia. Ada pula yang bersyukur karena selama hidupnya pernah berguru pada Imam Bukhari.

Sebagian mendekati makam sang imam dengan perasaan menyesal karena perbuatan mereka dahulu yang telah mencelanya dalam masalah mazhab.

Dalam usia 62 tahun kurang 13 hari, Imam Bukhari berpulang ke rahmatullah pada malam Sabtu atau malam Idul Fitri ketika shalat isya. Dia dimakamkan pada hari Idul Fitri usai shalat zuhur tahun 256 H. Lautan manusia menshalatkan jenazahnya, serta mengiringi pemakamannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement