Kamis 25 Jul 2024 14:41 WIB

Apakah Kamala Harris Bisa Ubah Kebijakan AS Soal Perang di Gaza?

Kemala Haris tidak pernah menentang Biden mengenai Israel.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Warga Palestina berjalan melintasi puing-puing rumah yang hancur akibat serangan Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Senin (22/7/2024). Ribuan warga di Khan Younis melarikan diri dari serangan udara dan operasi militer Israel. Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan serangan Israel ke Khan Younis, selatan Jalur Gaza tersebut menewaskan 70 orang dan melukai lebih dari 200 lainnya.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina berjalan melintasi puing-puing rumah yang hancur akibat serangan Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Senin (22/7/2024). Ribuan warga di Khan Younis melarikan diri dari serangan udara dan operasi militer Israel. Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan serangan Israel ke Khan Younis, selatan Jalur Gaza tersebut menewaskan 70 orang dan melukai lebih dari 200 lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Sikap Kamala Harris yang blak-blakan mengenai perang di Gaza mengisyaratkan kemungkinan perubahan dari kebijakan Joe Biden mengenai Israel ketika. Sebagaimana diketahui, Kamala Harris sedang mengincar posisi presiden dengan dukungan dari partai Demokrat.

Kamala Harris sebagai Wakil presiden Amerika Serikat (AS) saat ini secara mencolok tidak hadir dalam pidato pemimpin Israel Benjamin Netanyahu di depan Kongres AS kemarin. Menurut para analis merupakan sinyal jelas mengenai kekhawatirannya terhadap jatuhnya korban sipil di Gaza, Palestina.

Baca Juga

Wanita berusia 59 tahun itu tidak pernah menentang Biden mengenai Israel. Namun, berkali-kali Kamala Harris menjadi pejabat pemerintah AS yang paling lantang menyerukan gencatan senjata dalam konflik tersebut di Gaza.

Dengan tersingkirnya Biden secara mengejutkan dari pemilihan presiden, Harris mempunyai kesempatan untuk membuat “catatan bersih” mengenai isu yang berisiko mengasingkan sebagian besar pemilih Demokrat menjelang pemilu November, kata Direktur penelitian di Grup Soufan, Colin Clarke, dikutip dari laman Gulf Times, Kamis (25/7/2024).

“Masalah Israel-Gaza adalah isu yang paling menonjol antara Biden dan Harris, dan saya pikir akan ada orang-orang di dalam kubunya yang akan mendorongnya untuk membuat perbedaan itu secara eksplisit,” kata Colin Clarke kepada AFP.

Biden sangat mendukung perang Israel terhadap Hamas dan terus memberikan bantuan militer meskipun ada ketegangan dengan Netanyahu.

Kampanye militer Israel di Gaza telah merenggut korban jiwa sebanyak 39.090 orang lebih, sebagian besar adalah warga sipil, menurut angka dari Kementerian Kesehatan wilayah yang dikelola Hamas.

Meskipun Harris belum memutuskan hubungan dengan Biden mengenai masalah konflik itu, pernyataannya mengenai konflik tersebut adalah konflik itu telah menyebabkan sebagian besar wilayah Gaza hancur menjadi puing-puing.

Pada Maret lalu, Harris melontarkan komentar terkuat yang pernah dilontarkan oleh pejabat pemerintah AS manapun saat ia menyerukan perjanjian gencatan senjata untuk mengakhiri “penderitaan yang sangat besar” dan mengkritik Israel atas kurangnya pasokan bantuan ke Gaza.

Pesan tersebut digaris bawahi oleh wakil presiden AS yang berkulit hitam pertama: Selma, Alabama, di mana pada tahun 1965 demonstrasi hak-hak sipil ditindas dengan kejam oleh polisi dalam apa yang dikenal sebagai “Minggu Berdarah” atau Bloody Sunday.

Pernyataan tersebut mengikuti pola pernyataan di mana ia mengabaikan pernyataan Gedung Putih mengenai jumlah korban meninggal dan situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza.

Masalah ini kini mengemuka ketika Netanyahu mengunjungi Washington. Mencerminkan realitas baru dari presiden dan yang akan menggantikan presiden dari Partai Demokrat. Biden dan Harris akan mengadakan pertemuan terpisah dengan perdana menteri Israel.

Kubu Harris mengatakan bahwa perjalanan kampanye yang dijadwalkan sebelumnya ke mahasiswi kulit hitam di Indianapolis berarti dia tidak dapat memenuhi peran wakil presiden yang biasa untuk memimpin Kongres selama kunjungan Netanyahu.

“Perjalanannya ke Indianapolis pada 24 Juli tidak boleh ditafsirkan sebagai perubahan posisinya terhadap Israel,” kata seorang ajudannya kepada AFP, sambil mencatat komitmennya yang tak tergoyahkan” terhadap keamanan Israel.

Biden yang ketegangannya dengan Netanyahu semakin meningkat dalam beberapa bulan terakhir meskipun presiden tersebut memberikan dukungan kuat kepada Israel, juga akan melewatkan pidato tersebut.

Clarke mengatakan keputusan Harris tidak selalu berarti sikap acuh tak acuh, namun menambahkan bahwa jelas, jika dia ingin berada di sana, dia bisa saja. Itu adalah semacam sinyal bahwa segalanya akan berbeda.

Perang Gaza masih menjadi faktor utama dalam pemilihan presiden AS.

Kebijakan Biden membuat marah sejumlah besar pemilih Partai Demokrat dan mengancam harapan partainya untuk memenangkan negara bagian Michigan, yang merupakan rumah bagi banyak populasi Arab-Amerika.

Harris dan keluarganya telah mengatasi perpecahan politik dalam masalah ini.

Perang adalah area di mana Harris dapat “memilih sedikit perselisihan publik yang diatur” dengan Biden, kata Direktur Sekolah Media dan Hubungan Masyarakat Universitas George Washington, Peter Loge.

Peter Loge mengatakan, hal ini juga akan membantu membedakan Harris dari Trump yang mendukung penuh untuk Israel.

“Harris memiliki peluang untuk mengambil posisi yang lebih berbeda dalam mengakui kekhawatiran tersebut untuk menciptakan sedikit jarak agar kelompok tersebut (yang marah karena dukungan AS terhadap Israel) merasa baik-baik saja,” kata Peter Loge.

Sumber:

https://www.gulf-times.com/article/687316/opinion/harris-could-bring-shift-in-gaza-war-policy

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement