Sabtu 06 Jul 2024 19:46 WIB

Perspektif Islam tentang Fenomena Perbudakan

Fenomena perbudakan sudah ada sejak zaman awal sejarah.

ILUSTRASI Budak atau perbudakan.
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Budak atau perbudakan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbeda dengan kini, pada masa lalu perbudakan masih marak dijumpai. Pada zaman yang di dalamnya Nabi Muhammad SAW hidup, sistem yang hierarkis dan menindas itu juga ditemukan di tengah bangsa Arab.

Sesudah Rasulullah SAW wafat, perbudakan pun pada faktanya masih ada di muka bumi ini. Bagaimanapun, hal itu sama sekali tak berarti bahwa ajaran Islam menutup mata pada fenomena tersebut.

Baca Juga

Dalam Alquran dan beberapa hadis, sekurang-kurangnya ada lima prinsip pokok terkait upaya melenyapkan perbudakan. Kelimanya harus diperhatikan seorang Muslim yang majikan saat memperlakukan budaknya.

Bila dilakukan secara menyeluruh dan konsisten, prinsip-prinsip itu dapat menjadi jalan untuk menghapuskan sistem perbudakan dari muka bumi sama sekali. Minimal, di dunia Islam.

Apa saja prinsip-prinsip itu? Pertama, berbuat baiklah pada budak, sebagaimana kita berbuat baik pada kedua orang tua sendiri, karib kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, dan tetangga jauh.

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS an-Nisa: 36).

Ayat Alquran di atas mengisyaratkan bahwa antara budak dan orang tua sendiri pun terdapat kesamaan, yakni sama-sama manusia. Ini menunjukkan, Islam mengajarkan kesetaraan di antara sesama insan.

Kedua, Nabi SAW melarang seorang Muslim memanggil budak dengan ungkapan yang menghina dan istilah yang mengandung konotasi hamba. Beliau bersabda,

لا يقولَنَّ أحدُكم عبدي وأمتي ولكن ليقُلْ فتاي وفتاتي

"Janganlah kamu panggil budakmu dengan 'Hai budakku, hai hambaku,’ tetapi ia harus dipanggil dengan ‘Hai pemudaku, hai remajaku’” (HR Muslim).

Ketiga, berilah makanan, pakaian, dan tempat tinggal untuk budak, sebagaimana makanan, pakaian dan hunian yang digunakan oleh majikannya. Bahkan, Islam mengajarkan bahwa tuan dan budak makan dalam satu meja dan pada waktu yang sama. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda,

إخوانكم خولكم، جعلهم الله تحت أيديكم، فمن كان أخوه تحت يديه فليطعمه ممّا يأكل، وليلبسه ممّا يلبس، ولا تكلّفوهم ما يغلبهم، فإن كلّفتموهم ما يغلبهم فأعينوهم

"Budak adalah para pembantu dan saudaramu yang dijadikan Allah berada di bawah pengawasanmu. Maka siapa saja di antara saudaramu yang berada di bawah kekuasaanmu, berilah dia makanan seperti yang kamu makan, serta berilah ia pakaian seperti yang kamu pakai. Dan jangan sekali-kali beri mereka tugas atau beban yang tidak bisa mereka lakukan. Dan bila diberi tugas yang agak berat, bantulah mereka sehingga mereka merasa senang untuk melakukannya” (HR Bukhari).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement