REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Al-‘Aliim merupakan salah satu dari nama-nama terbaik (Asmaul Husna) yang hanya dimiliki Allah Ta’ala. Artinya itu adalah “Allah Maha Mengetahui.” “Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan” (QS at-Taghabun: 4).
Ayat Alquran itu mengisyaratkan seluruh insan untuk menyadari keagungan Allah SWT. Kadang kala, manusia merasa bebas melakukan apa pun. Padahal, mereka semua pasti akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari kiamat.
Sekurang-kurangnya, seorang Mukmin harus menginsafi dirinya. Jangan sampai hati dan lisannya menjadi alat keburukan.
Jauhi prasangka
Hati yang keruh menjadi lahan subur untuk perasaan iri dan dengki. Dari sana, timbul syak wasangka yang tidak berdasar bukti yang kuat. Lebih parah lagi ketika emosi batin itu terlampiaskan. Hasilnya adalah dusta atau fitnah demi menjatuhkan nama baik orang lain.
Alquran menasihati kita. “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.
Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang” (QS al-Hujurat: 12).
Introspeksi diri
Umar bin Khattab berkata, “Perhitungkanlah diri kalian sebelum kalian dihitung. Timbanglah amal kalian sebelum perbuatan kalian ditimbang.” Sang fakih, Hasan al-Bashri pernah menyampaikan petuah, “Orang-orang yang paling mudah melalui masa penghitungan amal kelak pada hari kiamat adalah mereka yang semasa hidupnya senantiasa mengintrospeksi diri demi meraih ridha Allah.”
Maka, jadikanlah hati dan lisan sebagai alat untuk menilai diri sendiri terlebih dahulu. Proses muhasabah penting untuk meningkatkan kualitas pribadi sebagai seorang hamba Allah. Bila menyadari kesalahan dan dosa, segeralah bertobat. “Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri” (QS al-Baqarah: 222).
Jaminan surga
Dengan menjauhi syak wasangka dan sering-sering bermuhasabah, insya Allah kita dapat konsisten menjaga pikiran dan lisan dari hal yang sia-sia. Kelak ketika wafat, kita pun bisa lebih optimistis untuk meraih ridha Allah dan dimasukkan ke dalam golongan penghuni surga.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya dalam memelihara lidah” (HR Bukhari). Beliau juga pernah menjamin surga bagi siapa saja di antara Muslimin yang sanggup menjaga apa yang terdapat di antara kedua bibirnya (lisan) dan apa yang terdapat di antara kedua kakinya (kemaluan).
“Sungguh, seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya ia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat” (HR Muslim).
Pesan Rasulullah SAW itu mengandung hikmah agar kita selalu menjadikan lisan sebagai sarana kebajikan. Telah begitu banyak pertikaian di dunia ini bermula dari caci-maki yang diucapkan.