REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menegaskan perjuangan untuk Palestina, merupakan bagian implementasi nilai-nilai Pancasila.
"Upaya untuk memperjuangkan hak-hak bangsa Palestina harus konsisten dilakukan, sebagai bagian dari pelaksanaan nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi kemanusiaan," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, solidaritas pada yang tertindas, menderita, termarjinalkan dan mengalami subordinasi, merupakan panggilan kemanusiaan yang menembus semua sekat perbedaan dan setiap struktur kuasa.
Hal itu disampaikan Lestari pada diskusi daring Forum Diskusi Denpasar 12, bertema keberpihakan perempuan Pancasila: bentuk solidaritas untuk perempuan dan anak-anak di konflik Palestina-Israel.
"Dalam kapasitas kemanusiaan, setiap bentuk normalisasi pada kekerasan tidak dapat diterima dengan alasan apa pun," ujarnya.
Lestari menjelaskan perempuan Pancasila, dapat disimpulkan sebagai perempuan yang mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, di setiap pergerakan dan perjuangannya. Nilai-nilai Pancasila memiliki intisari nilai gotong-royong, yang mengandung makna solidaritas dan keramahan.
"Berbekal semangat membangun solidaritas antarumat manusia, perempuan Indonesia dapat berperan aktif dengan berbagai cara, dalam upaya penegakan hak-hak masyarakat dan kemerdekaan bangsa Palestina," pesannya.
Merusak hukum internasional
Sebelumnya, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez pada Selasa (11/6) mengatakan bahwa bencana dan konflik kemanusiaan di Gaza "sangat merusak hukum internasional, sistem multilateral, dan tata kelola yang berbasis aturan."
Saat berbicara dalam konferensi Respons Kemanusiaan Darurat untuk Gaza di Yordania, Sanchez meminta Israel dan Hamas untuk "bertindak secara bertanggung jawab."
"Manfaatkan kesempatan untuk mencapai perdamaian," katanya, mengacu pada resolusi gencatan senjata AS yang pada Senin (10/6) memperoleh dukungan dari Dewan Keamanan PBB.
"Kita harus meningkatkan tekanan untuk gencatan senjata," tambah Sanchez.
Dalam beberapa pekan terakhir, Pemerintah Spanyol tidak hanya mengakui Negara Palestina, tetapi juga mengumumkan bahwa mereka akan bergabung dengan kasus genosida yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).
Saat berpidato pada Selasa, Sanchez membela keputusannya untuk bergabung dengan kasus ICJ tersebut dengan mengatakan bahwa putusan sela ICJ yang berkekuatan hukum mengikat, yaitu agar serangan di Rafah dihentikan dan akses bantuan internasional dibuka, ternyata diabaikan dan tidak dihormati.
"Hukum internasional harus berlaku," kata Sanchez.
Dia menekankan bahwa situasi di Gaza "lebih kritis sekarang dibanding sebelumnya" dan Spanyol akan mendukung peningkatan aliran bantuan ke wilayah tersebut.
Dia mengatakan bahwa pada 2023, Spanyol menambah hingga tiga kali lipat bantuannya untuk Palestina menjadi 50 juta euro (sekitar Rp875,6 miliar), serta mengumumkan bantuan tambahan senilai 16 juta euro (sekitar Rp280,2 miliar) untuk 2024.
Sebagai bagian dari usulannya untuk secara efektif mengirimkan lebih banyak bantuan kemanusiaan ke Palestina, dia mengatakan bahwa bantuan pembangunan juga harus mendukung Otoritas Palestina dan solusi dua negara.
"Hari ini saya berdiri di hadapan Anda dengan keyakinan bahwa rakyat kami mengharapkan kita semua untuk bersama-sama mewujudkan hasil dan tindakan konkret untuk menghentikan penderitaan di Gaza dan membangun masa depan perdamaian yang lebih baik di Timur Tengah," tambahnya.
Menurut Yordania, Mesir, dan PBB - sebagai penyelenggara konferensi tersebut - tujuan pertemuan tingkat tinggi itu adalah untuk mencapai konsensus mengenai langkah-langkah praktis guna memenuhi kebutuhan mendesak di Gaza.
Perwakilan dari puluhan negara di seluruh dunia ambil bagian dan akan mengadakan konferensi pers bersama pada sore hari.