Senin 05 Feb 2024 08:30 WIB

Kritik Pernyataan Presiden Yoon, Korsel Panggil Duta Besar Rusia

Kritik Moskow hanya akan berdampak negatif pada hubungan Rusia-Korsel.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden membahas kerja sama nuklir dan ancaman Korea Utara (Korut) saat bertemu Presiden Korsel Yoon Suk-yeol. Biden melakukan kunjungan bilateral pertamanya pada Sabtu (21/5/2022).
Foto: (AP Photo/Evan Vucci)
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden membahas kerja sama nuklir dan ancaman Korea Utara (Korut) saat bertemu Presiden Korsel Yoon Suk-yeol. Biden melakukan kunjungan bilateral pertamanya pada Sabtu (21/5/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kementerian Luar Negeri Korea Selatan (Korsel) mengatakan Seoul memanggil diplomat Rusia untuk menyampaikan protes resmi atas kritik Moskow pada pernyataan Presiden Yoon Suk Yeol mengenai upaya Korea Utara (AS) memiliki senjata nuklir. Deputi menteri luar negeri bidang politik Korsel Chung Byung-won memanggil Duta Besar Georgy Zinoviev.

Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan dalam pemanggilan Sabtu (3/2/2024), Korsel mengatakan kritik Moskow pada pernyataan Yoon hanya akan berdampak negatif pada hubungan dua negara.

Baca Juga

"Deputi Menteri Chung mengatakan, sangat disayangkan Rusia mengabaikan kebenaran dan melindungi Korut tanpa syarat sementara mengkritik pernyataan seorang pemimpin dengan bahasa yang sangat kasar, dan menekankan hal ini hanya akan memperburuk hubungan Korea-Rusia," kata kementerian dalam pernyataannya, Ahad (4/2/2024).

Presiden Rusia Vladimir Putin memperdalam hubungan dengan Korut sejak menginvasi Ukraina 2022. Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya mengecam apa yang mereka sebut naiknya pengiriman rudal Korut ke Rusia untuk membantu perang Moskow di Ukraina.

"Rezim Korea Utara melalui api dan air hanya untuk mempertahankan rezim totalitarian warisan, yang terang-terangan mengabaikan hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB dengan memperdagangkan senjata dengan Rusia," kata Yoon dalam pertemuannya dengan pejabat pertahanan dan keamanan Korsel pada Rabu (31/1/2024) lalu.

Keesokan harinya juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan pernyataan Yoon "sangat bias." Di depan wartawan ia mengatakan "pernyataan itu sangat menjijikan," mengingat ketegangan di semenanjung Korea "sebagian karena kebijakan kurang ajar Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, termasuk Korea (selatan) dan Jepang."

Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan Chung bertemu dengan Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko yang sedang berkunjung pada Jumat (2/2/2024) lalu. Chung menyampaikan sikap tegas pada kerja sama militer Pyongyang dan Moskow.

Kementerian mengatakan utusan khusus bidang nuklir Kim Gunn juga bertemu dengan Rudenko. Dalam pernyataan itu kementerian mengatakan Chung dan Rudenko juga membahas isu-isu lain termasuk perang Rusia di Ukraina.  

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam pertemuan di Seoul, Rudenko "pertukaran pandangan" dengan Chung dan para pejabat lain Korsel lainnya. "Pihak Rusia menyatakan keprihatinan serius mengenai eskalasi ketegangan yang tajam di subkawasan," kata Kementerian Luar Negeri Rusia.

"Dinyatakan dengan jelas sumber utamanya adalah kebijakan provokatif Washington yang tidak bertanggung jawab, yang, demi tujuan geopolitiknya sendiri, berusaha mendorong sekutu regional untuk melaksanakan rencana agresif mereka, yang penuh dengan konsekuensi yang tidak dapat diprediksi, termasuk di bidang militer," tambah kementerian. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement