Selasa 30 Jan 2024 15:04 WIB

Qatar akan Berikan Proposal Gencatan Senjata Permanen kepada Hamas 

Kerangka yang mengarah pada gencatan senjata permanen di Gaza sudah disusun.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Gambar yang diambil dari video ITV News ini menunjukkan sekelompok lima pria mencoba berlindung saat berjalan di jalan sebelah barat kota selatan Khan Younis di Gaza.
Foto: ITV News via AP
Gambar yang diambil dari video ITV News ini menunjukkan sekelompok lima pria mencoba berlindung saat berjalan di jalan sebelah barat kota selatan Khan Younis di Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan, pembicaraan tentang potensi gencatan senjata di Jalur Gaza yang dihadiri perwakilan Israel, Mesir, dan Amerika Serikat (AS) di Paris, Prancis, berlangsung positif. Dia menyebut, kerangka yang mengarah pada gencatan senjata permanen di Gaza sudah disusun.

“Para pihak berharap untuk menyampaikan proposal ini kepada Hamas dan membawa mereka ke tempat di mana mereka terlibat secara positif serta konstruktif dalam proses,” kata Sheikh Mohammed, Senin (29/1/2024), dikutip laman Hurriyet Daily News.

Baca Juga

Sheikh Mohammed menjelaskan, dalam kerangka yang sudah disusun, tercakup gencatan senjata dan pembebasan para sandera yang terdiri perempuan serta anak-anak. Hal itu kemudian diikuti dengan masuknya konvoi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Sheikh Mohammed optimistis, kerangka tersebut akan mengarah pada gencatan senjata permanen.

Sementara itu, seorang pejabat senior Hamas, Taher al-Nunu, mengatakan pihaknya menginginkan gencatan senjata lengkap dan komprehensif, bukan gencatan senjata sementara. Dia menyebut, ketika gencatan senjata permanen diberlakukan, detail selanjutnya, termasuk terkait pembebasan sandera, dapat didiskusikan.

Namun dia tak mengungkap apakah Hamas sudah menerima proposal gencatan senjata dari Qatar. Pejabat senior Hamas lainnya, Sami Abu Zuhri, mengatakan, pembebasan orang-orang yang masih mereka sandera membutuhkan jaminan diakhirinya agresi Israel ke Jalur Gaza. Selain itu, Hamas menuntut agar semua pasukan Israel di Gaza ditarik.

“Keberhasilan pertemuan Paris bergantung pada persetujuan Pendudukan (Israel-red) untuk mengakhiri agresi komprehensif di Jalur Gaza,” kata Abu Zuhri, kepada Reuters, Senin lalu.

Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) William Burns dan Direktur Badan Intelijen Israel (Mossad) telah mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani di Paris, Prancis, Ahad (28/1/2024) lalu. Kepala Badan Intelijen Umum Mesir Abbas Kamel turut berpartisipasi dalam pertemuan tersebut. Mereka membahas tentang potensi penerapan gencatan senjata dan pertukaran sandera dengan tahanan Palestina.

Sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, Qatar, Mesir, dan AS telah menjadi mediator dalam negosiasi Israel dengan Hamas. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan, pertemuan yang berlangsung di Paris pada Ahad lalu berlangsung konstruktif. “Pertemuan itu didefinisikan sebagai pertemuan yang konstruktif,” katanya.

Namun Netanyahu mengakui masih ada kesenjangan signifikan dalam proses negosiasi. Dia menyebut bahwa hal itu akan dibahas lebih lanjut pekan ini dalam pertemuan tambahan. Menurut statistik Israel, Hamas menculik sekitar 239 orang ketika mereka melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. 

Pada 24 November hingga 1 Desember 2023, Israel dan Hamas sempat memberlakukan gencatan senjata kemanusiaan. Kesepakatan itu tercapai berkat peran mediasi Qatar, Mesir, dan AS. Selama periode gencatan senjata, kedua belah pihak melakukan pertukaran pembebasan tahanan dan sandera.

Hamas membebaskan 105 sandera. Mereka terdiri dari 81 warga Israel dan sisanya adalah warga asing. Sebagai imbalan atas pembebasan para sandera, Israel membebaskan 240 tahanan Palestina.

Pada 9 Desember 2023 lalu, Israel mengatakan Hamas masih menahan 137 sandera di Gaza. Hamas sempat menyampaikan bahwa mereka telah kehilangan kontak dengan sejumlah sandera akibat agresi tanpa henti Israel ke Gaza. Hamas memperkirakan beberapa sandera telah terbunuh serangan Israel.

Sejauh ini, lebih dari 26.400 warga Gaza telah terbunuh sejak Israel memulai agresinya pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu korban luka melampaui 65 ribu orang.

Menurut PBB, 85 persen penduduk Gaza telah menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut, termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dan rumah sakit, rusak atau hancur. 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement