REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah Denmark pada pekan lalu, akhirnya meloloskan Undang-Undang yang melarang pembakaran kitab suci Alquran. Menanggapi hal tersebut, pemerintah Mesir menyambut baik larangan Denmark tersebut.
“Undang-undang, yang disahkan pada 7 Desember setelah berbulan-bulan debat parlemen, bertujuan menghadapi pembakaran kitab suci agama,” kata Kementerian Luar Negeri Mesir, dilansir dari Arab News, Rabu (13/12/2023).
Mesir menyatakan harapannya undang-undang tersebut akan mempromosikan toleransi dan moderasi. Pembakaran Alquran menghambat upaya mempromosikan budaya dialog peradaban antarnegara berdasarkan keragaman budaya.
Mesir juga mengulangi kecamannya atas penghinaan terhadap kepercayaan dan agama apa pun, seraya menambahkan kebebasan berpendapat harus ditegakkan. Mesir meminta negara-negara Eropa lainnya untuk mengikuti contoh Denmark.
Hukum Denmark mengkriminalisasi perlakuan yang tidak tepat terhadap tulisan-tulisan dengan kepentingan yang signifikan bagi komunitas agama yang diakui. Pada Juli 2023, Mesir memanggil duta besar Denmark atas insiden pembakaran Alquran. Itu terjadi setelah lima aktivis anti-Islam membakar Alquran di depan kedutaan Mesir di Kopenhagen.
Pada saat itu, Mesir meminta Denmark dan negara-negara lain yang telah menyaksikan peristiwa serupa untuk mengambil tindakan konkret untuk menghentikan insiden malang ini sekali dan untuk selamanya.
Pada Agustus 2023, Menteri Agama Mesir Mohammed Mokhtar Gomaa mengecam pembakaran Alquran di Denmark dan negara tetangga Swedia. Dia meminta kedua negara untuk mengambil tindakan cepat, untuk mencegah pelanggaran ini dan mengubah undang-undang apa pun yang mendukung dan mendorong kebencian agama dan mengizinkan pelanggaran terhadap kesucian agama dari semua agama.