Selasa 28 Nov 2023 09:45 WIB

Laporan: Biden Minta Maaf pada Tokoh Muslim AS karena Pertanyakan Jumlah Korban Palestina

Biden berkumpul dengan lima pemimpin Muslim Amerika sehari setelah komentarnya.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Presiden AS Joe Biden.
Foto: AP Photo/Stephanie Scarbrough
Presiden AS Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Amerika Serikat Joe Biden dilaporkan meminta maaf kepada beberapa pemimpin terkemuka Muslim-Amerika. Hal karena secara terbuka ia mempertanyakan jumlah korban wafat warga Palestina yang dilaporkan Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas.

Dilansir di New York Post, Selasa (28/11/2023), Biden berkumpul dengan lima pemimpin Muslim Amerika sehari setelah komentarnya pada 25 Oktober tentang laporan kematian di Gaza yang mengguncang komunitas Islam.

Baca Juga

Dalam pertemuan tersebut, yang awalnya direncanakan berdurasi 30 menit, tetapi berlangsung dua kali lebih lama, Biden mendengar para pemimpin menggambarkan individu-individu yang mereka kenal yang secara pribadi terkena dampak genosida Israel.

BACA JUGA: Doa Qunut Nazilah untuk Warga Palestina yang Berada dalam Peperangan

"Saya minta maaf. Saya kecewa pada diri saya sendiri,” kata Biden seperti dilaporkan Washington Post.

Sehari sebelumnya, dalam konferensi pers, Biden secara terbuka mempertanyakan keakuratan jumlah korban di Gaza. “Saya tidak yakin orang-orang Palestina mengatakan kebenaran tentang berapa banyak orang yang terbunuh. Saya yakin orang-orang tak berdosa telah terbunuh, dan ini adalah harga dari perang,” kata dia.  

Lebih dari 14 ribu warga Palestina di Gaza, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, meninggal dalam genosida tersebut. Dari pihak Israel lebih dari 1.200 korban jiwa yang diklaim sebagian besar adalah warga sipil.

Biden telah menghadapi tekanan dari anggota pemerintahannya sendiri, termasuk 20 staf bulan ini yang ingin mendengarkan strategi untuk mengurangi kematian warga sipil di Gaza. Beberapa tokoh Demokrat secara terbuka meremehkan tanggapan Biden terhadap perang yang berkecamuk di belahan dunia lain.

Sumber: New York Post

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement