Senin 27 Nov 2023 22:49 WIB

Pemkab Sleman Ingatkan Dampak Pernikahan Dini pada Anak

Pernikahan dini di Sleman tertinggi.

Rep: Idealisa masyrafina/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Pernikahan Dini
Foto: MGROL100
Ilustrasi Pernikahan Dini

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pernikahan dini usia di bawah 18 tahun masih terjadi di DIY, termasuk di Kabupaten Sleman. Meski angkanya dikatakan turun oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman, namun pengajuan dispensasi nikah dini di Sleman masih tercatat tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lain di DIY.

Hal ini terlihat dari pengajuan dispensasi nikah dini di Sleman yang mencapai 146 pengajuan hingga November 2023 ini. Sedangkan, data se-DIY yang dikeluarkan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY menyebutkan bahwa pengajuan dispensasi nikah dini se-DIY mencapai 456 pengajuan hingga Oktober 2023.

Baca Juga

Melihat masih cukup tingginya pernikahan dini di DIY khususnya di Sleman, Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DP3AP2KB Kabupaten Sleman, Dwi Wiharyanti mengungkap dampak yang dapat ditimbulkan terhadap anak dari pernikahan dini ini.

Dikatakan Wiharyanti, pernikahan dini dapat berpengaruh terhadap penurunan kesehatan fisik anak. Selain itu, juga dapat berpengaruh pada kondisi psikologis anak karena belum siap secara mental untuk membina rumah tangga.

Bahkan, dari kasus yang sudah ada, Wiharyanti menuturkan bahwa tidak sedikit anak yang secara psikologis terganggu karena belum siap memiliki anak di usia anak. Hal ini juga berisiko menyebabkan terjadinya kekerasan domestik.

"Fenomena pernikahan dini dapat berpengaruh terhadap penurunan kesehatan fisik dan psikologis, capaian pendidikan yang rendah, dan risiko terjadinya kekerasan domestik," kata Wiharyanti kepada Republika, Senin (27/11/2023).

Wiharyanti menuturkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini ini. Mulai dari faktor pendidikan, faktor ekonomi, dan faktor budaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement