REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Setiap masjid harus yang ingin bangkit wajib memiliki baitul maal yang dikelola secara profesional. Apabila dapat dikelola dengan baik, maka pemberdayaan masyarakat melalui masjid tidak lagi perlu dilakukan melalui infak yang didapatkan dari kotak amal masjid.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Baitul Maal Munzalan Indonesia Ustaz Sasongkojati dari Masjid Kapal Munzalan dalam talkshow Ekonomi Berbasis Masjid dalam Muhammadiyah Jogja Expo 2023 dengan tema 'Sudah Saatnya Menutup Kotak Infak dan Membuka Amal Usaha' di Joga Expo Center, Jumat (24/11/2023).
Ia menuturkan bahwa Masjid Kapal Munzalan yang berada di Kota Pontianak memiliki andil besar dalam pemberdayaan masyarakat di sana, meskipun kota tersebut mayoritas non muslim.
"Jadi muslimnya hanya 3 persen. Tapi kita setiap bulan kita support beras untuk warga, dua pekan sekali bagikan buah untuk warga, dan infrastruktur disana yang bangun masjid, seperti mengaspal jalan dan lokasi untuk parkir justru masjid yang menyediakan," tutur Ustaz Sasongkojati.
Menurutnya hal ini bisa dilakukan karena masjid telah mengembangkan Baitul Maal nya secara profesional dengan mengembangkan berbagai amal usaha. Masjid Kapal Munzalan memiliki cabang di 24 kota dengan manajemen yang sama untuk pemberdayaan yang sama.
Baitul maal masjid memiliki pabrik roti, budidaya pertanian dan perikanan yang semuanya dikerjakan secara profesional untuk menopang perekonomian masjid. Semua amal usaha dikerjakan oleh 600 santri penerima amanah yang menggerakkan masjid melalui 24 cabang tersebut.
"Alhamdulillah dari masjid kecil itu kita support 500 ribu anak yatim dan penghapal Qur'an 800 ton beras tiap bulan untuk mereka," tutur Ustaz Sasongkojati.
Semua pergerakan masjid ditopang dari amal usaha, infak produktif dan wakaf produktif yang langsung diaplikasikan Munzalan ke pemberdayaan masyarakat.
Ia menyarankan agar masjid yang ingin bangkit memulai dengan hal yang kecil dan simpel dijalankan, agar tidak hanya sekedar menjadi wacana. Apalagi menurutnya saat ini banyak mesjid yang semestinya bisa bangkit, tapi karena tidak diurus dengan serius menjadikan masjid hanya sebagai tempat ibadah.
"Masjid yang diurus hanya dengan separuh waktu, separuh harta, separuh tenaga pula, ini yang akhirnya menjadikan masjid yang nggak bangkit dan begitu-begitu saja. Akhirnya justru saat ini kita prihatin melihat mesjid jadi degradasi, hanya jadi tempat ibadah seperti agama lain yaitu hanya buka di jam-jam ibadah," tuturnya.
Ustaz Sasongkojati juga menyarankan agar masjid memiliki baitul maal yang dikelola secara profesional, serta melakukan audit keuangan secara profesional. Sejak Oktober lalu, Baitul Maal Munzalan telah menerima SK Menteri Agama sebagai Laznas berbasis masjid.
"Jadi kita kelola ZIS yang dikelola secara serius. Dan itu diaudit syariah dan keuangan, maka kita juga hired profesional untuk mengembangkan bagaimana mengelola keuangan secara profesional tapi itu berbasis masjid dan tarbiyah," katanya.