REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Tetap Republik Indonesia (Watap RI) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dubes Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa Indonesia tidak tinggal diam dalam upaya penyelesaian konflik di Gaza.
"Indonesia tidak tinggal diam karena sejak awal Indonesia terus melakukan informal consultation dengan berbagai negara di Dewan Keamanan," kata Dubes Arrmanatha dalam pengarahan media oleh Kementerian Luar Negeri RI yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (25/10/2023).
Ia mengatakan konsultasi informal yang dilakukan Indonesia dengan berbagai negara di DK PBB itu dilakukan untuk mendorong DK PBB agar mengambil langkah gencatan senjata dan memberikan akses bagi bantuan kemanusiaan.
"Itu sudah dilakukan sejak awal," katanya.
Arrmanatha juga mengaku bahwa dirinya telah secara langsung berbicara dengan perwakilan tetap dari negara-negara anggota DK PBB, termasuk China, Jepang, Malta, Inggris dan lainnya untuk mendorong penyelesaian konflik di Gaza.
Selain itu, Indonesia juga berbicara dengan berbagai komite di Majelis Umum PBB untuk mengangkat dan menyuarakan situasi di Gaza sehingga isu tersebut mendapatkan perhatian.
"Jadi, kita terus mendorong agar isu ini mendapatkan "political visibility", sehingga kita berupaya agar negara-negara di PBB ini tidak menganggap bahwa isu di Gaza ini tidak hanya di Dewan Keamanan," kata dia.
"Kita berupaya mengangkat isu ini di semua pembahasan yang ada di sidang Majelis Umum PBB di berbagai komite di sini. Jadi, ini untuk memberikan "political visibility"," kata dia lebih lanjut.
Tujuan dari semua upaya itu adalah untuk mendorong kontribusi PBB dan meningkatkan peran mereka sehingga organisasi-organisasi yang berada di bawah PBB bisa melaksanakan pemberian bantuan di Gaza.
Sementara itu, selain terus melakukan dorongan terhadap negara-negara anggota DK PBB, Indonesia juga mendorong Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk meminta PBB melakukan sidang khusus di Majelis Umum guna membahas penyelesaian konflik di Gaza.
Indonesia juga menggalang dukungan dari negara-negara di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan juga negara-negara lain untuk mendorong usulan sidang khusus tersebut, yang akhirnya disepakati oleh presiden Majelis Umum PBB untuk dilaksanakan pada 26 Oktober 2023.