Senin 23 Oct 2023 15:52 WIB

Israel Prediksi Operasi Darat di Gaza Butuh Waktu Berbulan-bulan

Operasi darat itu akan jadi yang terakhir untuk memberantas total Hamas

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Ahad (22/10/2023), mengatakan operasi darat di Jalur Gaza kemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan.
Foto: EPA-EFE/AYAL MARGOLIN
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Ahad (22/10/2023), mengatakan operasi darat di Jalur Gaza kemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Ahad (22/10/2023), mengatakan operasi darat di Jalur Gaza kemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan. Ia menegaskan operasi ini akan menjadi yang terakhir dilakukan untuk memberantas total Hamas hingga ke akar, demikian laporan media Israel.

Pernyataan Gallant ini muncul saat ia berpartisipasi dalam sesi Komando Operasi Angkatan Udara di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza. "Ini harus menjadi manuver (darat) terakhir di Gaza, karena setelah itu, tidak akan ada Hamas lagi. Ini akan memakan waktu satu, dua, tiga bulan, tapi pada akhirnya tidak akan ada lagi Hamas," tulis media Israel mengutip pernyataannya.

Baca Juga

"Tidak ada yang bisa menghentikan (tentara Israel). Sisi operasional dari manuver ini merupakan kombinasi dari dua hal: kapasitas angkatan udara dan operasi darat," ujar Gallant seperti dikutip surat kabar Yedioth Ahronoth.

Sebelumnya pada hari Ahad, militer Israel mengumumkan bahwa mereka akan mengintensifkan serangan udaranya di Jalur Gaza. Tujuan serangan yang intensif ini demi mengurangi ancaman yang mungkin dihadapi pasukan Israel di Gaza, sebagai persiapan untuk tahap berikutnya dari perang yakni operasi darat.

Tentara Israel terus menargetkan Gaza dengan serangan udara intensif yang menghancurkan seluruh pemukiman. Sedikitnya 4.651 warga Palestina, termasuk 1.873 anak-anak, telah terbunuh dalam serangan Israel di Gaza.

Sejumlah orang terjebak di bawah reruntuhan. Konflik di Gaza, yang telah berada di bawah pemboman dan blokade Israel sejak 7 Oktober, dimulai ketika kelompok Palestina Hamas memulai Operasi Banjir Al-Aqsa. Operasi dengan sebuah serangan mendadak multi-cabang yang mencakup rentetan peluncuran roket dan penyusupan ke Israel melalui darat, laut, dan udara.

Mereka mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan pembalasan atas penyerbuan ke Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh para pemukim Israel. Militer Israel kemudian meluncurkan Operasi Pedang Besi terhadap target-target Hamas di Jalur Gaza.

Gaza mengalami krisis kemanusiaan yang mengerikan dengan tidak adanya aliran listrik, sementara air, makanan, bahan bakar, dan pasokan medis semakin menipis. Lebih dari 1.400 warga Israel telah terbunuh dalam konflik ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement