Jumat 25 Aug 2023 19:54 WIB

Masjid Doudian Beijing Diubah Bentuknya Sesuai Program Sinicisasi Pemerintah

Masjid Doudian adalah masjid terbesar di Tiongkok Utara.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Masjid Doudian
Foto: AFP
Masjid Doudian

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Masjid Doudian yeng berada di Beijing merupakan rumah ibadah Islam terbesar di Tiongkok utara. Baru-baru ini, bangunan arsitektur itu diubah bentuknya di bawah program Sinicisasi pemerintah setempat.

Program tersebut bertujuan untuk menurunkan atau menghilangkan pengaruh agama asing di negara itu. Menurut Harian Sing Tao Hong Kong, kubah masjid yang asli bergaya Arab itu digantikan oleh lima menara bundar putih bergaya Cina.

Baca Juga

Proyek renovasi besar-besaran dilaporkan telah selesai pada bulan April lalu. Dua menara yang diterangi cahaya bulan di utara dan selatan ruang ibadah ini juga ikut dibongkar.

Berbagai slogan kini dapat dilihat di seluruh masjid. Salah satunya adalah slogan tentang nilai-nilai inti sosialis, seperti “Pelajari dan terapkan semangat Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok ke-20”.

Dilansir di VOA News, Jumat (25/8/2023), slogan lainnya yang ada di rumah ibadah itu memberikan indikasi terkuat dari pemikiran di balik revisionisme arsitektur, yaitu "Mematuhi arah Sinisasi agama di Tiongkok".

Ciri-ciri Arab dari struktur yang menjulang tinggi ini tidak menjadi kontroversi ketika masjid tersebut selesai dibangun 10 tahun yang lalu. Masjid itu diketahui membentang sepanjang hampir 15 ribu meter persegi dan mampu menampung 1.500 jamaah sekaligus.

Arsitektur pada saat itu adalah Wang Zhengwei, yang juga menjabat sebagai direktur Komisi Urusan Etnis Negara Tiongkok. Menurut seorang peneliti di Masyarakat Kajian Asia Tengah Taiwan, Shih Chien-yu, sosok Wang selalu mendukung otonomi daerah etnis tradisional.

Namun ketika pemimpin Tiongkok Xi Jinping mengumpulkan kekuasaan, ia memberikan instruksi untuk “memperbaiki” masjid-masjid yang bernuansa Islam. Masjid Dongguan yang berusia 700 tahun di Xining, Provinsi Qinghai, termasuk yang paling terkenal yang diubah, yang mana kubah dan menara khasnya dirobohkan pada 2021 lalu.

Demikian pula simbol-simbol Islam dan budaya rakyat di masjid-masjid di seluruh Tiongkok, terus dihilangkan sejak Tiongkok meluncurkan program Sinicization. Program ini menargetkan Muslim di luar Xinjiang pada tahun 2018, menurut publikasi hak asasi manusia Bitter Winter.

Tidak hanya itu, ia juga mengatakan pemerintahan Xi merasa terancam karena semakin banyak orang Tiongkok yang beralih ke agama selain Taoisme dan Budha, yang akarnya kuat di Tiongkok.

“Setelah Xi berkuasa, dia yakin masyarakat tidak lagi menganggap [Partai Komunis Tiongkok] sebagai keyakinan utama mereka dan mengancam PKT,” kata dia.

Pihak berwenang Tiongkok tidak hanya memaksa masjid untuk “memperbaiki” diri, tetapi juga berkomitmen untuk mengubah praktik agama yang berasal dari luar negeri. Di Xinjiang, misalnya, meskipun pihak berwenang tidak secara eksplisit melarang puasa selama bulan suci Ramadhan, banyak orang beriman melaporkan mereka akan menghadapi pembalasan jika berpuasa.

Berdasarkan kantor berita Xinhua, pada bulan Agustus 2021 di provinsi Hebei, Xi mengusulkan untuk mengikuti Sinisasi agama dan membimbing agama untuk beradaptasi dengan masyarakat sosialis.

Dalam laporan itu disebutkan, untuk menyatukan seluruh putra-putri Tiongkok di dalam dan luar negeri diperlukan ketaatan pada arah Sinisasi agama-agama di Tiongkok. Hal ini secara aktif membimbing agama-agama untuk beradaptasi dengan masyarakat sosialis, menyatukan umat beragama dan memaksimalkan kekuatan kerja keras bersama.

Shih mengatakan pihak berwenang bahkan mengontrol cara orang-orang beriman membaca Alquran. “Menurut Muhammad, Alquran harus dibaca dalam bahasa Arab. Pemerintah Tiongkok menilai ini adalah pengaruh yang sangat buruk. Mereka menganggap sekolah-sekolah agama dipengaruhi oleh kekuatan asing," kata dia.

Juru bicara Kongres Uighur Dunia, Dilshat Rishit, sempat menyampaikan kekecewaannya atas perubahan karakter Masjid Doudian dalam sebuah wawancara dengan VOA.

“Tiongkok mengubah gaya Arab menjadi apa yang Tiongkok anggap sebagai gaya Tiongkok. Dan ketika Anda melihatnya, Anda menyebutnya kuil, tapi itu bukan kuil, dan Anda menyebutnya masjid, tapi itu bukan masjid," ujar dia.

Ia juga percaya, jika pihak berwenang Tiongkok terus menindas keyakinan agama yang berasal dari luar negeri, hal ini hanya akan memperburuk kekacauan yang sudah ada.

“Orang-orang akan putus asa untuk mempertahankan keyakinan mereka. Jika Tiongkok melanjutkan kebijakan ekstremnya untuk menghilangkan keyakinan, hal ini akan meningkatkan ketegangan dan memicu protes dan konflik," lanjut Dilshat.  

Sumber:

https://www.voanews.com/a/landmark-beijing-mosque-gives-way-to-sinicization-program-/7240125.html

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement