REPUBLIKA.CO.ID, SEATTLE -- Pemimpin Muslim Seattle, Farid Sulayman, mempertanyakan perihal daftar pengawasan dari FBI yang misterius. Hal ini ia sampaikan menyusul kejadian yang menimpanya beberapa waktu lalu.
Seperti kebiasannya, bulan lalu ia berencana terbang ke California untuk mendampingi turnamen bola basket remaja. Saat berada di konter tiket untuk melakukan check-in, dia mendapat boarding pass dengan stempel khusus “SSSS”, yang menunjukkan dirinya memerlukan pemeriksaan keamanan ekstra.
Setelahnya, ia disuruh pergi ke jalur tertentu dan agen federal mengantarnya melewati orang lain untuk digeledah. Hal ini berlaku untuk setiap bawaannya tanpa terkecuali, sembari ia merasa semua mata tertuju padanya.
"Di pintu gerbang, ada lebih banyak agen Administrasi Keamanan Transportasi yang seolah-olah melakukan pencarian penumpang secara acak, yang sulit aku percayai karena salah satu agen berjalan langsung ke arahku," ujar dia dikutip di Columbian, Senin (14/8/2023).
Seusai melakukan perjalanan internasionalnya, seorang agen perbatasan langsung menariknya. Ia harus menjalani interogasi secara pribadi begitu turun dari pesawat.
Dan suatu kali, imam berusia 46 tahun ini bercerita pernah mencoba menjemput penumpang di Pangkalan Bersama Lewis-McChord. Saat menunjukkan identitasnya, kata Sulaiman, dia diborgol dan ditahan selama lebih dari dua jam.
Pria yang mengemudi untuk Uber sebagai sampingan ini juga mengatakan seorang petugas di gate bandara mengatakan dirinya telah diidentifikasi sebagai seseorang yang memungkinkan ancaman. Atas hal ini, muncullah pertanyaan mengapa hal ini terjadi padanya.
Ia menduga, namanya telah dimasukkan ke dalam daftar pantauan pemerintah federal. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi teroris yang diketahui atau dicurigai mencoba melakukan perjalanan ke atau di seluruh AS.
Namun, hingga saat ini ia tidak menerima konfirmasi atau penjelasan terkait hal ini. Menurut informasi dari Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR) kondisi ini kemungkinan besar dialami oleh sekitar satu juta orang lainnya.
Sulayman dan lusinan lainnya di seluruh negeri menggugat pemerintah AS di pengadilan federal Maryland, atas apa yang mereka katakan sebagai pelanggaran konstitusional. Sistem daftar pantauan ini menempatkan orang di bawah kecurigaan permanen, tanpa dakwaan, tanpa penangkapan, bahkan terkadang tanpa penyelidikan.
“Kami berharap kasus yang dialami Farid adalah salah satu yang dapat mengakhiri daftar pantauan,” kata pengacara CAIR, Gadeir Abbas. Ia menambahkan bahwa ini adalah gugatan terbesar yang pernah diajukan.
Sebenarnya ada banyak daftar pantauan, tetapi yang lebih besar digunakan adalah data milik FBI yang sering disebut sebagai daftar pantauan sehari-hari. Ini berisi nama-nama orang AS dan warga negara asing.
Daftar ini lantas dibagikan dengan banyak lembaga pemerintah AS dan asing, penegak hukum setempat, serta beberapa perusahaan swasta, seperti bank. Hal ini juga dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk bepergian, mendapatkan visa ke AS, mengakses kredit, bahkan menurut gugatan memengaruhi kesempatan mendapat pekerjaan.
Pemerintah membuat daftar pantauan ini pada 2003, saat meningkatnya ketakutan akan terorisme setelah serangan 9/11. Kebutuhan untuk memantau dengan lebih hati-hati siapa yang datang ke AS tampak jelas di tengah reruntuhan dan duka. Beberapa analis kontraterorisme mengatakan hal itu masih diperlukan, meskipun cacat.
Namun setelah 9/11, menurut para kritikus kecurigaan yang umum dan tidak adil menimpa umat Islam, termasuk warga negara Amerika. Banyak yang ditahan untuk diinterogasi, dimata-matai dan ditambahkan ke database FBI.
Beberapa dari praktik ini terus berlanjut, termasuk daftar pantauan yang tahun ini menandai hari jadinya yang ke-20. Pada tahun fiskal terakhir dan berjalan hingga September 2022, pejabat perbatasan melaporkan 478 pertemuan dengan orang-orang dalam daftar pantauan, yang mana angka tahun fiskal saat ini sudah lebih tinggi.