Sabtu 29 Jul 2023 11:05 WIB

Rombongan TNI Sambangi KPK, Firli Ceramah Antikorupsi di Manado

Novel meminta pimpinan KPK bertanggung jawab dan tidak langsung salahkan penyidik.

Ketua KPK Firli Bahuri.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Firli Bahuri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan Ketua KPK Firli Bahuri dipertanyakan saat rombongan TNI menyambangi gedung KPK pada Jumat (28/7/2023) lalu. 

Kedatangan rombongan ini untuk membahas kasus suap pengadaan barang yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.

Baca Juga

Dalam pernyataannya, TNI menegaskan bahwa KPK telah salah prosedur dalam penetapan tersangka.  Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak yang menerima rombongan TNI itu menyatakan kekhilafan KPK. Firli tidak tampak terlihat saat TNI menyampaikan protes langsung ke KPK. 

Lantas ke mana Firli?

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri sedang berkunjung Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado. Di sana ia mengajak mahasiswa untuk menjadi agen pemberantas korupsi

"Kekuatan Unsrat dengan 28.000 mahasiswa, jadilah sebagai individu orang baik, jadilah sebagai agen pemberantas korupsi, jadilah sebagai agen pembangun budaya antikorupsi," kata Firli saat memberikan kuliah umum pendidikan antikorupsi dalam rangka Dies Natalis ke-65 Fakultas Hukum Unsrat, di Manado, Sulawesi Utara, Jumat

Firli yakin suatu saat Indonesia hanya mengenang bahwa korupsi itu adalah sesuatu masa lalu. "Dan kita akan hidup pada suatu peradaban dunia, peradaban Indonesia, yaitu peradaban yang bebas dari korupsi," katanya pula.

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menilai pimpinan lembaga antisurah tidak bertanggung jawab.

"Pimpinan KPK tidak tanggung jawab. Setiap kasus melalui proses yang detail bersama Pimpinan KPK & pejabat struktural KPK. Kok bisa-bisanya nya menyalahkan penyelidik/penyidik yang bekerja atas perintah Pimpinan KPK," kata Novel di akun Twitter @nazaqistha, dikutip Republika di Jakarta pada Jumat (28/7/2023).

 

 

Ketua Indonesia Memanggil (IM57+) Institute Praswad Nugraha menanggapi polemik penetapan status tersangka terhadap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi. Menurut dia, Pimpinan KPK tidak boleh cuci tangan dalam permasalahan ini dengan melimpahkan kesalahan kepada penyelidik KPKm

Praswad mengatakan, penyelidik KPK bertindak atas perintah dan atas nama pimpinan KPK. Dia menjelaskan, setelah menemukan dua alat bukti yang cukup, maka penyelidik wajib melaporkan kepada Pimpinan KPK untuk selanjutnya ditetapkan tersangka atau tidak.

"Penetapan tersangka sepenuhnya adalah kewenangan Pimpinan KPK, bukan kewenangan Penyelidik, atau Penyidik KPK. Pimpinan KPK tidak boleh cuci tangan seolah-olah ini adalah pekerjaan tim penyelidik semata, karena seluruh alat bukti wajib dilaporkan kepada Pimpinan KPK dalam mekanisme ekspose perkara bersama antara Penyelidik, Penyidik, Penuntut dan Pimpinan KPK," kata Praswad dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/7/2023).

 

 

sumber : Antara/Flori
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement