Kamis 27 Jul 2023 22:00 WIB

Terungkap, Masih Banyak Masyarakat Gunakan Jadwal Sholat Abadi

Jadwal waktu sholat ini digunakan masyarakat tersebut dari zaman dulu sampai sekarang

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi sholat
Foto: Republika
Ilustrasi sholat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konferensi tahunan tentang studi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ke-7 berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta hingga Kamis (27/7/2023) ini. Berbagai makalah disampaikan dalam forum tersebut.

Makalah yang disampaikan oleh para pemakalah akan dibagi ke dalam tiga kategori untuk dikaji di komisi fatwa MUI. Tiga kategori itu ialah akidah dan ibadah, kelembagaan dan metodologi fatwa, dan sosial kemasyarakatan dan produk halal.

Baca Juga

Setiap makalah pada masing-masing kategori yang dipaparkan akan ditanggapi oleh sejumlah penanggap. Salah satu penanggap adalah KH Sirril Wafa yang merupakan anggota Komisi Fatwa MUI dan menjadi penanggap pada kategori akidah dan ibadah.

Kiai Sirril mengatakan, dari seluruh makalah akan dipilah untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Komisi Fatwa. Salah satu makalah yang menarik baginya adalah yang mengulas pelaksanaan ibadah sholat oleh kelompok masyarakat di beberapa daerah.

Masyarakat tersebut melaksanakan ibadah sholat berdasarkan waktu sholat yang tidak pernah berubah alias waktu sholat abadi sepanjang masa. Misalnya, sholat Zhuhur dilakukan pada pukul 12.00, Ashar pukul 15.00, dan Maghrib pukul 18.00. Jadwal waktu sholat ini digunakan masyarakat tersebut dari zaman dulu sampai sekarang.

"Di beberapa tempat, ditemukan ada jadwal sholat yang sifatnya sepanjang masa atau abadi. Mereka satu kelompok masyarakat, satu kampung, dan ditemukan sholat Ashar ya jam 3, Maghrib jam enam, Zuhur jam 12. Semacam itu. (Di antaranya) ada di wilayah Semarang," kata dia kepada Republika.co.id.

Padahal, lanjut Kiai Sirril, tentu ada kemungkinan waktu Ashar misalnya jatuh pada pukul 15.00 lewat. "Tapi di sana itu selalu jam 3, karena sudah dipatok seperti itu. Ini karena ada keyakinan dari dulu yang dibuat oleh ulama zaman dulu dijadikan pedoman yang kemudian tidak berubah," jelasnya.

Makalah yang dipaparkan itu mengusulkan agar dibuatkan fatwa atau semacamnya untuk memberi pemahaman kepada kelompok masyarakat tersebut. Menurut Kiai Sirril, MUI dalam konteks tersebut perlu menindaklanjuti temuan itu. Sebab, di sinilah peran MUI sebagai himayatul ummah, yaitu menjaga dan membimbing umat serta memberikan pemahaman yang benar.

"Kalau mereka sholat sebelum waktunya kan gak sah. Itulah yang saya pikir mungkin MUI perlu menindaklanjuti masalah rekomendasi itu untuk supaya dibahas di komisi fatwa. Apakah dalam bentuk fatwa atau surat edaran itu urusan lain. Tapi saya kira itu salah satu hal yang menarik untuk ditindaklanjuti karena masalahnya ada, sudah terjadi, dan ditemukan di lapangan," kata dia.

Makalah tersebut berjudul Menggagas Fatwa MUI tentang Jadwal Waktu Shalat Perspektif Dinamis-Variatif dan pemakalahnya adalah Muhammad Himmatur Riza dari UIN Raden Mas Said Surakarta. Pemakalah menjelaskan ada masalah yang terjadi di kalangan masyarakat Muslim di beberapa daerah, karena tidak sedikit yang masih menggunakan jadwal waktu sholat abadi.

"Padahal terdapat siklus empat tahunan kalender Syamsiah, tiga tahun basitoh, dan satu tahun kabisat, sehingga pada saat tahun kabisat tanggal 1 Maret akan mundur satu hari," tulis pemakalah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement