Rabu 12 Jul 2023 19:45 WIB

Gus Najih Minta NII Dimasukkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris

Gus Najih mengingatkan NII masih aktif melalui sel pergerakannya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai gugatan yang dilakukan pimpinan pondok pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang salah alamat. Karena hanya membuang waktu.
Foto: Republika/Havid Al Vizki
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai gugatan yang dilakukan pimpinan pondok pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang salah alamat. Karena hanya membuang waktu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Najih Arromadloni menyebut Negara Islam Indonesia harus dimasukkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) agar bisa dijangkau oleh hukum yang berlaku saat ini.

Gus Najih dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu (12/7/2023), mengatakan NII merupakan induk organisasi teror di Indonesia dan semua kelompok teror yang ada di Indonesia saat ini adalah turunan NII.

Baca Juga

"Genealogisnya pasti bisa dilacak sampai ke NII. Dulu ketika ada Undang-Undang (UU) Subversif, mungkin bisa ditindak dengan itu. Sekarang kan sudah tidak ada; yang ada adalah UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme. Oleh karena itu, supaya NII ini bisa dijangkau dengan undang-undang yang baru, NII harus dimasukkan DTTOT," katanya.

Menurut Gus Najih, aparat keamanan di Indonesia sudah memiliki data sebaran jaringan NII, tetapi tidak ada payung hukum untuk menindaklanjuti hal itu. Dia mengatakan kewenangan aparat keamanan adalah melaksanakan produk hukum, sementara perancangan dan pembuatan hukum berada di ranah eksekutif dan yudikatif.

"Di wilayah eksekutif dan yudikatif inilah yang seharusnya proaktif untuk memberikan payung hukum supaya aparat bisa bekerja dengan efektif," kata dia.

Eksistensi NII dapat ditelisik hingga zaman orde lama. Ketika itu, pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden Sukarno pernah beberapa kali menghadapi gerakan pemberontakan dari mereka yang melihat ada celah untuk bergerak saat Indonesia masih membangun stabilitas nasional.

"Sebetulnya NII ini kita semua sudah banyak yang tahu. Didirikan oleh Sekarmadji Kartosoewirjo. Pendiri NII ini telah ditangkap dan dihukum mati pada zaman Presiden Sukarno. Setelah kejadian itu, NII mengubah strategi perjuangannya, dari perjuangan militer ke clandestine (gerakan bawah tanah), termasuk dengan membentuk gerakan civil society," jelas dia.

Gus Najih menjelaskan kepemimpinan NII sempat beberapa kali mengalami regenerasi. Sepeninggalan Kartosoewirjo, muncul nama Daud Beureueh dan Adah Jaelani yang hingga saat ini bisa ditarik relasinya ke pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang.

Dia menambahkan Panji Gumilang berperan sebagai panglima tertinggi NII menjalankan perannya dari Ponpes Al Zaytun yang masuk pada Komandemen Wilayah 9 (KW9). Manuver Panji Gumilang yang menuai kehebohan di ruang publik dewasa ini memiliki maksud tertentu.

"NII bersembunyi sudah sangat lama. Selama ini Panji berjuang dari mulai tahun 60-an. Kemudian, Al Zaytun dirintis dari 1992, diresmikan oleh Presiden Habibie tahun 96, artinya sudah lebih dari 30 tahun perjalanannya Al Zaytun. Kalau misalnya Panji Gumilang sekarang mengekspos pendapat-pendapatnya ke publik, itu bukan tanpa maksud," kata dia.

"Artinya, dia menganggap memang sudah saatnya. Dia sudah berhasil melakukan clandestine selama bertahun-tahun, sudah saatnya untuk show of force dan kemudian menawarkan ide-idenya ke publik," ujar Gus Najih.

Gus Najih mengingatkan NII masih aktif melalui sel pergerakannya sehingga harus dicegah agar jangan sampai menciptakan pecahan kelompok terorisme. Ia pun menyebut pemerintah tidak boleh meremehkan kondisi tersebut.

"Saya kira pemerintah tidak boleh meremehkan dan saya sependapat dengan yang disampaikan oleh Komisi III maupun BNPT, bahwa penting untuk memasukkan NII ini sebagai DTTOT karena itu nantinya menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan hukum kepada orang-orang yang masih ada di dalam NII," imbuhnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement