Jumat 07 Jul 2023 12:37 WIB

Pakar UGM Tanggapi Kasus Antraks yang Kembali Timbulkan Kematian

Antraks yang menyerang manusia =bisa dibagi ke dalam empat jenis.

Petigas Babinsa melakukan sosialisasi bahaya antraks di Pedukuhan Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Kamis (6/7/2023). Warga rutin melakukan sterilisasi kandang ternak usai kasus kematian warga karena mengonsumsi daging sapi  yang mati dan terkena antraks. Menurut Balai Besar Veterinari (BBVet) Wates ada 12 ekor hewan ternak di Dusun Jati yang terkena antraks, enam ekor kambing dan enam ekor sapi. Dari kejadian ini sebanyak 87 warga positif terjangkit antraks dan satu diantaranya meninggal dunia.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petigas Babinsa melakukan sosialisasi bahaya antraks di Pedukuhan Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Kamis (6/7/2023). Warga rutin melakukan sterilisasi kandang ternak usai kasus kematian warga karena mengonsumsi daging sapi yang mati dan terkena antraks. Menurut Balai Besar Veterinari (BBVet) Wates ada 12 ekor hewan ternak di Dusun Jati yang terkena antraks, enam ekor kambing dan enam ekor sapi. Dari kejadian ini sebanyak 87 warga positif terjangkit antraks dan satu diantaranya meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar UGM menegaskan bahaya menyembelih bangkai hewan yang mati karena penyakit. Kesalahan ini menjadi pemicu penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri, termasuk penyakit antraks yang tidak hanya dapat menjangkit hewan lainnya namun juga manusia hingga memunculkan kasus kematian.

"Hewan yang terjangkit tidak boleh dibuka, maka kalau disembelih itu kesalahan fatal karena bakteri sebagian besar ada di daerah. Ketika darah keluar dan berinteraksi dengan udara, terbentuklah spora yang menjadi momok," kata Prof Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni, dalam jumpa pers yang berlangsung di UGM, Jumat (7/7/2023).

Baca Juga

Ia menerangkan, kasus antraks telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1984 dan wilayah yang terserang antraks semakin lama semakin banyak dan meluas. Salah satu penyebab hal ini, menurutnya, adalah karena antraks memang merupakan penyakit yang tidak mudah dimusnahkan. Spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks, kata Wahyuni, sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun.

Penyakit antraks yang menyerang hewan, kata dia, sebenarnya masih bisa ditangani dengan terapi pengobatan. Dengan penanganan yang cepat dan tepat, hewan yang terjangkit bisa tetap hidup dan sembuh dari penyakit tersebut. "Bisa diobati karena bakteri masih sensitif dengan antibiotik. Untuk pencegahan ada vaksinasi yang perlu diulang setiap enam bulan," ujarnya.

Antraks yang menyerang manusia sendiri bisa dibagi ke dalam empat jenis, yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks saluran pernapasan, serta antraks injeksi. Menurut epidemiolog UGM, Citra Indriani, kasus antraks yang paling sering ditemukan di Yogyakarta adalah antraks kulit, sedangkan kasus antraks saluran pernafasan dan antraks injeksi hingga kini belum pernah ditemukan di Indonesia. 

"Antraks kulit bisa muncul ketika seseorang menyembelih hewan yang terinfeksi, lalu darah yang keluar kontak dengan kulit yang terdapat luka. Gejala awalnya adalah gatal lalu berkembang cepat menjadi luka antraks dan pembengkakan,” kata Citra. 

Sama seperti kejadian pada hewan, antraks pada manusia juga bisa ditangani dengan deteksi dini serta pengobatan yang sesuai. Namun, ia menekankan bahwa upaya-upaya pencegahan lebih penting untuk diperhatikan.

"Begitu ada antraks perlu ada pengendalian terus-menerus, dari segi lingkungan maupun hewannya sehingga penyakit manusia bisa dicegah. Jika memiliki gejala pascakontak dengan hewan sakit atau menyembelih, langsung datang ke fasilitas kesehatan karena dokter sudah disiapkan untuk bisa mendeteksi dini kasus antraks pada manusia," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama dosen Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono, menegaskan pentingnya pemahaman, kesadaran, serta upaya bersama dalam penanganan antraks agar tidak lagi menimbulkan korban. Kebiasaan memotong dan membagi-bagikan daging hewan yang mati karena sakit, menurutnya, merupakan salah satu kebiasaan yang berbahaya sehingga harus dihentikan. 

"Cukup sudah jangan sampai ada kasus lagi, karena sekarang hampir semua provinsi di Indonesia sudah kena. Sebagaimana saat Covid-19 mari bersama-sama kita lawan, masyarakat saling mengingatkan," kata Nanung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement