REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara amalan khusus yang dijalankan selama bulan Dzulhijjah yakni memotong hewan kurban. Para pekurban memiliki syarat yang harus dipenuhi jika ingin menyembelih hewan kurban, salah satunya yakni tidak adanya cacat.
Dikutip dari Fikih Praktis Ibadah Kurban oleh Abu Aniisah Syahrul Fatwa, Cacat pada hewan kurban ada dua macam.
Pertama: Cacat yang haram. Cacat semacam ini akan mempengaruhi keabsahan ibadah kurban, seperti, buta yang sangat jelas, sakit yang sangat jelas, pincang yang sangat jelas dan yang sudah terlalu tua.
Berdasarkan hadits yang berbunyi:
"Empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban, buta sebelah pada mata yang sangat jelas, sakit yang jelas terlihat, pincang yang jelas dan yang tidak berakal karena sudah terlalu lemah." (Abu Dawud: 2802, Tirmidzi: 1541, Nasai: 7/214, Ibnu Majah: 3144. Dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Misykah: 1465) Empat jenis cacat ini tidak boleh ada pada hewan kurban.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam al-Mughni: “Kami tidak mengetahui ada perselisihan bahwa cacat semacam ini menghalangi keabsahan kurban”.
Imam al-Khotthobi rahimahullah mengatakan: “Di dalam hadits di atas terdapat keterangan bahwa cacat dan aib yang ringan pada hewan kurban dimaafkan. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata: “Yang jelas butanya, yang jelas sakitnya..., maka cacat sedikit yang tidak jelas dimaafkan”.
Kedua: Cacat yang dibenci, yaitu cacat pada hewan kurban yang tidak menghalangi sahnya hewan kurban, seperti, telinganya putus, tanduknya patah, ekornya hilang, kemaluannya hilang, sebagian giginya tanggal dan lain sebagainya. (Ahkam al-Udhiyyah Ibnu Utsaimin)
Maka wajib bagi seorang muslim untuk memilih hewan kurbannya yang paling baik dan bagus, bagus sifat fisik dan warnanya, dan jangan berkurban dengan hewan yang ada cacatnya, karena berkurban adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla, jangan mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan sesuatu yang jelek.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah ayat 267)