Haedar Nashir: Saling Menghargai Walau Berbeda Penentuan Idul Fitri

Red: Ani Nursalikah

Kamis 20 Apr 2023 00:45 WIB

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan paparan saat Silaturahim Jelang Idul Fitri 1444 di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023). Dalam konferensi pers ini dijelaskan tentang penggunaan metode Hisab pada penentuan Ramadhan serta Idul Fitri. Selain itu, juga membahas tentang larangan penggunaan lapangan untuk Shalat Ied pada Jumat (21/4/2023) di Pekalongan dan Sukabumi. Haedar Nashir: Saling Menghargai Walau Berbeda Penentuan Idul Fitri Foto: Republika/Wihdan Hidayat Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan paparan saat Silaturahim Jelang Idul Fitri 1444 di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023). Dalam konferensi pers ini dijelaskan tentang penggunaan metode Hisab pada penentuan Ramadhan serta Idul Fitri. Selain itu, juga membahas tentang larangan penggunaan lapangan untuk Shalat Ied pada Jumat (21/4/2023) di Pekalongan dan Sukabumi. Haedar Nashir: Saling Menghargai Walau Berbeda Penentuan Idul Fitri

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat 21 April 2023. Sementara itu, jika menggunakan metode rukyat dengan kriteria MABIMS diprediksi bakal terjadi perbedaan Idul Fitri yang jatuh pada hari berikutnya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir berpesan bahwa baik metode hisab maupun rukyat merupakan bentuk ijtihad yang bernilai pahala.

Baca Juga

“Kami berharap khusus kepada warga Muhammadiyah maupun kaum muslimin yang beridul fitri pada 21 April untuk menjaga suasana, tetap menghargai dan tidak demonstratif biarpun sudah berbuka,” ujarnya dalam dalam Silaturahmi Jelang Idul Fitri 1444 H di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (18/4/2023).

Turut hadir Ketua PP Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar, Agus Taufiqurrahman, Agung Danarto, dan Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti. Dalam menentukan waktu berdasarkan penanggalan hijriyah, Muhammadiyah menggunakan perhitungan hisab hakiki wujudul hilal yang memiliki pondasi kukuh dalam Alquran dan Hadits. Termasuk dalam aspek kemudahan yang bukan kemudahan pragmatis, tapi kemudahan yang diberikan agama sebagaimana Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran.

“Kami pun menghargai bagi saudara-saudara kita atau pun negara yang menganut metode lain,” ujar Haedar.

Pententuan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah tidak hanya menyangkut kehidupan keagamaan umat Muslim, tetapi juga terkait kehidupan kebangsaan. Bahkan lebih luas lagi juga terkait dengan masyarakat dunia yang bukan hanya implementasi ibadah tetapi juga menyangkut urusan publik.

Lebih dari itu, yang paling penting yakni menyerap nilai puasa Ramadhan dengan seluruh rangkaian ibadahnya menjadikan Muslim di Indonesia dan di dunia semakin bertakwa dan semakin baik.

“Taqwanya itu melahirkan kebajikan bagi dirinya, keluarganya, masyarakat, bangsa, kemanusiaan semesta dan pada saat yang sama kaum muslimin dan umat beragama semakin dengan Allah SwT. Kaum muslimin di tengah perbedaan apalagi di saat kita sama pandangan dalam berbagai aspek semakin naik kelas meliputi keruhanian kita, kedewasaan berfikir, dan bahkan kearifan kita bertindak yang menebar rahmatan lil alamiin,” kata Haedar.

Selain itu, Prof Haedar juga mengimbau kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk lebih bijaksana dalam mengayomi seluruh rakyat dan golongan berbeda dalam beridul fitri. “Itu hanya perbedaan dalam penentuan hari sehingga berikan kesempatan bagi yang tanggal 21 maupun tanggal 22 sebagai wujud dari jiwa kenegarawanan para pendiri dan elite bangsa yang dijamin konstitusi. Terakhir, harapan kami mari bangun Indonesia dan seluruh kehidupan keumatan, kebangsaan kita menjadi semakin maju, jaya, dan Indonesia milik kita bersama,” katanya.

Terpopuler