Sabtu 15 Apr 2023 06:53 WIB

KPK OTT Wali Kota Bandung, Bagaimana Suap dalam Hukum Islam?

Target OTT KPK dan terbukti karena suap tak hanya rugi di dunia tapi juga di akhirat.

KPK OTT Wali Kota Bandung, Bagaimana Islam Memandang Suap?. Foto: Ilustrasi suap menyuap
Foto: pxhere
KPK OTT Wali Kota Bandung, Bagaimana Islam Memandang Suap?. Foto: Ilustrasi suap menyuap

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (15/4/2023), melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Bandung. Kali, ini yang menjadi target adalah wali kota Bandung Yana Mulyana.

Berdasarkan keterangan Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, KPK menangkap Wali Kota Bandung diduga terkait kasus penerimaan suap pengadaan barang dan jasa di Bandung. Sebelum Wali Kota Bandung, KPK juga kerap melakukan OTT yang berkaitan dengan kasus suap.

Baca Juga

Jika dalam hukum positif negara, penerimaan suap bagi penyelenggara adalah sebuah tindak kriminal, lalu bagaimana dalam hukum Islam?

Islam mengharamkan tindakan suap-menyuap. Bahkan, pihak-pihak yang terlibat mendapatkan laknat Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda, "Allah melaknat penyuap dan yang disuap dalam urusan hukum" (HR Tirmidzi). Ketika diancam oleh laknat Allah, berarti hidup seseorang akan jauh dari rahmat dan berkah-Nya. Beragam persoalan selalu melilitnya. Bencana dan malapetaka datang silih-berganti, tanpa henti. Di akhirat kelak, nasibnya pun akan merugi. Ingatlah sabda Nabi SAW: "Yang menyuap dan yang disuap masuk neraka" (HR Ath-Thabrani).

Suap merupakan "penyakit" yang berbahaya. Sebab, ia merusak akhlak individu dan sosial serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Suap akan menghilangkan kepercayaan, kejujuran, dan sikap amanah. Suap akan menyebarkan prasangka buruk, memutus silaturahim, serta menghilangkan hak-hak orang lain. Di lingkungan kerja, suap-menyuap hanya akan merusak profesionalisme.

Ketika suap menyentuh ranah hukum, kebenaran dan keadilan pun terkalahkan. Penyuap dan penerima suap cenderung membenarkan kezaliman dan memutarbalikkan fakta. Pengadilan menjadi panggung tak bermakna.

Pada zaman Rasulullah SAW, ada suatu kasus yang menjurus suap-menyuap. Sebagaimana diriwayatkan Abi Humaid as-Sa'idy, suatu ketika Nabi SAW mengangkat seorang laki-laki untuk menjadi amil zakat bagi Bani Sulaim. Namanya, Abdullah bin al-Latbiyah.

Setelah melaksanakan tugasnya, pria itu menghadap Nabi SAW. Dia berkata, "Ini harta zakat untukmu, wahai Rasulullah SAW (untuk Baitul Mal), sedangkan yang ini adalah hadiah untukku.

Rasulullah SAW menimpali, "Jika engkau benar dalam menunaikan tugas, apakah engkau mau duduk di rumah ayah atau ibumu lalu hadiah itu datang kepadamu?"

Di majelis, beliau kemudian berpidato di hadapan orang-orang. "Demi Allah, begitu seseorang mengambil sesuatu dari hadiah itu tanpa hak, nanti pada Hari Kiamat ia akan menemui Allah dengan membawa hadiah (yang diambilnya itu)."

photo
Infografis Tiga Perbuatan Maksiat yang Balasannya Disegerakan - (Dok Republika)

sumber : Dok Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement