Jumat 14 Apr 2023 05:15 WIB

Kadin: Indonesia Tertinggal dalam Adopsi EV Dibandingkan Thailand dan Malaysia

Insentif kendaraan listrik diyakini percepat elektrifikasi dan target transisi energi

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mendukung penuh program insentif kendaraan listrik pemerintah. Ia berharap agar realisasi pemberian insentif bagi mobil dan bus listrik dapat segera terlaksana, setelah sebelumnya insentif motor listrik telah diberlakukan.
Foto: Istimewa
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mendukung penuh program insentif kendaraan listrik pemerintah. Ia berharap agar realisasi pemberian insentif bagi mobil dan bus listrik dapat segera terlaksana, setelah sebelumnya insentif motor listrik telah diberlakukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mendukung penuh program insentif kendaraan listrik pemerintah. Ia berharap agar realisasi pemberian insentif bagi mobil dan bus listrik dapat segera terlaksana, setelah sebelumnya insentif motor listrik telah diberlakukan. 

Menurutnya, insentif itu akan mempercepat elektrifikasi dan pencapaian target transisi energi. "Program insentif ini merupakan bukti komitmen dari pemerintah Indonesia yang tidak lama lagi akan mengadopsi penuh penggunaan kendaraan listrik sekaligus menjadi raksasa industri kendaraan listrik,” ujarnya dalam keterangan pers, Kamis (13/4/2023).

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan, kata dia, pemerintah menargetkan terjadinya adopsi kendaraan listrik hingga dua juta unit pada 2025. Melalui Perpres itu juga, lanjutnya, akan diupayakan sebuah insentif bagi seluruh lapisan masyarakat agar bisa membeli kendaraan listrik berupa mobil atau motor.

Dibandingkan negara tetangga di kawasan ASEAN seperti Thailand dan Malaysia, kata Arsjad, Indonesia masih tertinggal dalam mengadopsi kendaraan listrik. Menurut riset McKinsey pada 2021, tercatat Thailand memperoleh persentase adopsi kendaraan listrik sebesar 0,7 persen dan Malaysia sebesar 0,3 persen.

Sedangkan Indonesia baru mampu melakukan adopsi kendaraan listrik sebesar 0,1 persen. Pria yang juga menjabat sebagai ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) itu menilai, keterlambatan adopsi dari kendaraan listrik di Indonesia disebabkan karena harga yang masih terbilang cukup tinggi bagi masyarakat berpindah dari kendaraan nonlistrik menjadi kendaraan listrik. 

Sedangkan bagi negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, terdapat berbagai insentif yang mampu mendorong masyarakatnya berpindah mengadopsi kendaraan listrik. Maka diharapkan, berbagai insentif itu mampu membantu masyarakat dan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia berkembang lebih cepat.

“Kebijakan program insentif ini yang paling tepat, karena dengan perubahan ini Indonesia akan sangat menarik berbagai produsen kendaraan listrik yang sebelumnya lebih tertarik di Thailand dan Malaysia. Langkah ini menjadi game-changer Indonesia untuk industri kendaraan listrik,” tegasnya.

Bagi konsumen, lanjut dia, pemerintah telah memberikan bantuan berupa potongan harga sebesar Rp 7 juta bagi pembelian motor listrik baru melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan motor listrik konversi melalui Kementerian Perindustrian. Bantuan ini akan berlaku selama dua tahun, yaitu 2023 hingga 2024, dan hanya untuk satu juta motor listrik baru dan konversi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement