Sahur: Identitas Umat Nabi Muhammad dan Keutamaannya

Red: Erdy Nasrul

Selasa 28 Mar 2023 00:16 WIB

Abu Hasan Mubarok Foto: Dokpri Abu Hasan Mubarok

TUAN GURU ABU HASAN MUBAROK; Ketua Umum MUI Kab Penajam Paser Utara

 

Baca Juga

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa merupakan salah satu tiang penting dalam ajaran Islam. Puasa yang memiliki makna al imsak atau menahan. Ibadah ini dirancang dan dibuat, agar umat memiliki kemampuan dalam hal pengendalian diri agar mampu menundukan hawa nafsu yang bisa menyebabkan pada kehancuran.

Iblis telah diusir dari surga, disebabkan sikapnya yang lebih memilih untuk mengikuti hawa nafasunya, dibandingkan dengan perintah dari Allah swt, lihat QS al Baqarah ayat 34. Akibat sikap keengganan dan kesombongan iblis terhadap perintah Allah swt, mereka diusir dari surga, lihat QS al ‘araf ayat 13.

Ibadah puasa merupakan ibadah mahdah (murni) yang dalam pelaksanaannya didasarkan pada perintah dan petunjuk Allah swt dan Rasul-Nya. Ibadah puasa yang dilaksanakan berdasarkan keinginan diri, target dan kurikulum diri sendiri, hanya akan menghasilkan rasa lapar dan dahaga saja. Betapa banyak orang yang menghidupkan malam hari Ramadhan, sementara hanya mendapatkan begadangnya saja. 

Puasa adalah ibadah yang memiliki tujuan yang jelas dan terukur, yaitu untuk menciptakan manusia yang bertakwa kepada Allah swt dan menempatkan hamba-Nya pada maqam orang-orang yang pandai bersyukur. Maqam syakirin (orang-orang yang bersyukur) adalah maqam orang-orang yang ikhlas, di mana syaitan tidak memiliki jalan untuk mengganggu dan melancarkan serangannya sedikitpun.

Salah satu perintah dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya dalam berpuasa adaah sahur. sahur itu sendiri memiliki arti melakukan aktifitas makan dan minum sebelum masuk waktu imsak (mulai berpuasa). Ibnu Mandzur dalam lisan al ‘arab mendefinisikan sahur sebagai hidangan yang disantap oleh manusia atau diminum pada akhir malam. Disebut sahur, karena dilakukan pada waktu sahur, yaitu akhir malam.

Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw, bahwa beliau Saw memerintahkan kita untuk santap sahur sebelum berpuasa. Sabda beliau:

 تَسَحَّرُوا؛ فإنَّ في السَّحُورِ بَرَكَةً.

Artinya; (santap) sahurlah kalian, karena (santap di waktu itu) sahur mengandung keberkahan. HR. Bukhari

Abu Hasan, Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Bathal al Bakri al Qurthubi (w. 449 H/1057 M) menjelaskan dalam Syarah Sahih Bukhari bahwa perintah (santap) sahur pada hadits tersebut dikategorikan sebagai sesuatu yang mandub. Ahmad Faith Syuhud menjelaskan makna mandub sebagai perintah di dalam syari’at, namun memiliki ketidakpastian. Sedagkan menurut ulama fiqih, mandub adalah lebih rendah dari sunnah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan). 

Imam Ibnu Mundzir (241-318 H) menilai bahwa santap sahur bila ditinggalkan, tidak menjadikan seseorang menjadi dosa. Namun, dianjurkan agar tidak meninggalkan sahur agar mendapatkan kekuatan ketika menjalani ibadah puasa.

Abdullah bin Abbas RA meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw yang berbunyi:

استعينوا بأكل السحر على صيام النهار ، وبقائلة النهار على قيام الليل

Artinya: carilah bantuan dengan makan sahur untuk berpusa di siang hari, dan tidur siang agar membantu saat menghidupkan malam. HR. Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah.

Rasulullah saw memberi nama hidangan yang dilakuakn pada sahur ini dengan sebutan hidangan al mubarak. Hidangan al mubarak ini sangat penting, sampai-sampai Rasulullah saw mengkategorikan sebagai cara membedakan antara umat Islam dengan ahli kitab. Diriwayatkan dari Amar bin ‘Ash RA dari Rasulullah saw bersabda:

فصل ما بين صيامنا وصيام أهل الكتاب أكلة السحر

Artinya: pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahlul kitab adalah pada hal santap sahur. HR. Muslim

Imam Nawawi (631-676 H) menjelaskan bahwa keberkahan yang terdapat pada santap sahur adalah sangat jelas. Menurutnya ada tiga kelebihan dalam santap sahur, yaitu; pertama, dapat memperkuat orang dalam menjalankan ibadah puasa. Kedua, dapat menjadikan lebih bersemangat dalam beraktifitas. Ketiga, meringankan beban bagi orang yang berpuasa.

Sementara itu, Imam Ibnu Hajar (773-852 H) meniliai bahwa santap sahur memiliki Sembilan keuntungan, yaitu: 1) mengikuti sunnah, 2) menyelisihi ahlul kitab, 3) memperkuat dalam beribadah, 4) menambah semangat, 5) menahan dari rasa lapar, 6) menjadi sebab bersedekah, 7) makan bersama orang lain, 8) memanfaatkan waktu mustajab dengan dzikir dan doa, 9) membantu dalam membaca niat di malam hari.