Kamis 02 Mar 2023 07:25 WIB

Xi Jinping dan Lukashenko Desak Gencatan Senjata Perang Ukraina

Presiden Belarusia Alexander Lukashenko berkunjung ke Cina.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
 Dalam gambar yang diambil dari rekaman video yang dijalankan oleh CCTV China, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko (kiri) berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutan yang diadakan di Aula Besar Rakyat, di Beijing, pada Rabu (1/3/2023). Presiden China dan Belarus  mendesak gencatan senjata dan negosiasi untuk mewujudkan penyelesaian politik atas konflik Ukraina.
Foto: CCTV via AP
Dalam gambar yang diambil dari rekaman video yang dijalankan oleh CCTV China, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko (kiri) berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping saat upacara penyambutan yang diadakan di Aula Besar Rakyat, di Beijing, pada Rabu (1/3/2023). Presiden China dan Belarus mendesak gencatan senjata dan negosiasi untuk mewujudkan penyelesaian politik atas konflik Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mendesak gencatan senjata dan negosiasi untuk menghasilkan penyelesaian politik atas konflik Ukraina. Seruan bersama ini datang dalam pertemuan di Beijing pada Rabu (1/3/2023).

"Inti dari sikap Cina adalah untuk menyerukan perdamaian dan mendorong pembicaraan ... dan untuk masalah keamanan yang sah dari semua negara harus dihormati," kata Xi seperti dikutip oleh siaran pemerintah Cina CCTV.

Baca Juga

Xi menyatakan, negara-negara terkait harus berhenti mempolitisasi dan menggunakan ekonomi dunia sebagai alatnya. Mereka dinilai perlu mengambil langkah-langkah yang benar-benar memajukan gencatan senjata dan berhenti berperang, serta menyelesaikan krisis secara damai

"Belarusia sepenuhnya setuju dengan dan mendukung posisi dan proposal Cina tentang solusi politik untuk krisis Ukraina, yang sangat penting untuk menyelesaikan krisis," kata Lukashenko yang dikutip //CCTV//.

Beijing mengajukan proposal perdamaian 12 poin yang dirilis pada pekan lalu. Rancangan tersebut menguraikan posisi Cina yang telah lama dipegang, termasuk merujuk pada kebutuhan bahwa kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah semua negara dijamin secara efektif. Dalam rancangan itu, Beijing meminta mengakhiri mentalitas Perang Dingin.

Cina telah lama memiliki hubungan dekat dengan Lukashenko. Setelah pembicaraan itu, kedua pemimpin mengawasi penandatanganan serangkaian perjanjian kerja sama di berbagai bidang mulai dari pertanian hingga penegakan bea cukai dan olahraga.

Tapi, perjalanan pemimpin Belarusia itu juga menggambarkan kedalaman hubungan Cina dengan pemimpin Rusia Vladimir Putin dan sekutunya. Cina mengatakan, berada dalam pihak netral dalam konflik di Ukraina.

Cina mengaku telah mempertahankan kontak dengan pemerintah Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Meskipun demikian, Beijing memiliki "persahabatan tanpa batas" dengan Moskow dan telah menolak untuk mengkritik invasi atau bahkan menyebutnya demikian.

Selain itu, Cina telah mempertahankan  hubungan perdagangan normal dengan Rusia. Bahkan pejabat Amerika Serikat (AS) baru-baru ini memperingatkan, Cina sedang mempertimbangkan untuk mengirim bantuan militer ke Rusia.

Pemerintah Lukashenko sangat mendukung Moskow dan mengizinkan wilayah negaranya digunakan sebagai tempat persiapan untuk invasi awal ke Kiev setahun yang lalu. Rusia telah mempertahankan kontingen pasukan dan senjata di Belarusia dan kedua tetangga serta sekutu itu melakukan latihan militer bersama.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement