Senin 27 Feb 2023 09:12 WIB

IHSG Dibuka Terkoreksi di Awal Pekan

IHSG dibuka di zona negatif pada perdagangan Senin (27/2/2023).

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan berada di dekat papan pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona negatif pada perdagangan Senin (27/2/2023).
Foto: Republika/Prayogi.
Karyawan berada di dekat papan pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona negatif pada perdagangan Senin (27/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona negatif pada perdagangan Senin (27/2/2023). IHSG melemah tipis 0,10 persen ke level 6.849,59 setelah sempat menguat di akhir pekan lalu. 

Penurunan IHSG pagi ini sejalan dengan indeks saham di Asia. "Indeks dibuka melemah saham utama Wall Street akhir pekan lalu mencatatkan penurunan mingguan terbesar untuk tahun ini," kata Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Senin (27/2/2022).

Baca Juga

Sepanjang minggu lalu, S&P 500 turun 2,7 persen, terburuk sejak minggu yang berakhir pada 8 Desember 2022. DJIA anjlok hampir 3 persen dan memperpanjang rangkaian penurunan menjadi empat minggu beruntun. Sementara NASDAQ terpangkas sebesar 33 persen. NASDAQ embukukan penurunan mingguan kedua dalam tiga minggu terakhir.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) bergerak naik dengan yield surat utang Pemerintah AS (US Treasury Note) bertenor 10 tahun lompat menjadi 3,94 persen dari dari 3,89 persen. Sementara yield US Treasury Note bertenor dua tahun terbang 12 bps menjadi 4,81 persen.

"Rilis data ekonomi AS yang keluar lebih baik dari ekspektasi memicu investor untuk melakukan penyesuaian kembali terhadap proyeksi pergerakan suku bunga acuan ke depan," kata Phillip Sekuritas Indonesia.

Ekspektasi Inflasi untuk satu tahun ke depan direvisi ke bawah menjadi 4,1 persen dari 4,2 persen pada estimasi awal. Sementara ekspektasi inflasi untuk lima tahun ke depan tidak berubah di 2,9 persen.

Data ekonomi AS yang baru saja dirilis menambah kekhawatiran bahwa Federal Reserve mungkin harus mempertahankan suku bunga acuan di level yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama demi mengendalikan inflasi.

"Yang menjadi sumber kekhawatiran investor adalah laju kenaikan suku bunga di tengah sinyal ekonomi yang kontradiktif dimana tingkat inflasi AS masih tinggi namun belanja konsumen secara mengejutkan terbukti tetap kuat," tulis riset.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement