Senin 06 Feb 2023 13:03 WIB

Sentimen Anti-Islam di Eropa yang Semakin Menguat, Langkah Bunuh Diri?

Aktivisme anti-Islam yang menyebar di Eropa justru rugikan negara-negara di benua itu

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Seseorang memegang salinan Alquran saat ikut serta dalam unjuk rasa untuk memprotes kebencian terhadap Muslim, di Den Haag, Belanda, Ahad (5/2/2023). Unjuk rasa itu diselenggarakan setelah seorang politisi Belanda, pemimpin kelompok Islamofobia Pegida, merobek halaman dari salinan Alquran di Den Haag pada akhir Januari 2023.
Foto: EPA-EFE/Robin van Lonkhuijsen
Seseorang memegang salinan Alquran saat ikut serta dalam unjuk rasa untuk memprotes kebencian terhadap Muslim, di Den Haag, Belanda, Ahad (5/2/2023). Unjuk rasa itu diselenggarakan setelah seorang politisi Belanda, pemimpin kelompok Islamofobia Pegida, merobek halaman dari salinan Alquran di Den Haag pada akhir Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Setelah pemerintah Swedia mengizinkan Rasmus Paludan, seorang ultranasionalis, ekstremis sayap kanan, dan politikus rasis, untuk membakar salinan Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, opini publik dunia mulai membahasnya. Banyak pihak berpendapat bahwa ini merupakan tanda kebangkitan anti-Islamisme di Barat khususnya Eropa.

Karena melakukan kejahatan kebencian terhadap Muslim yang tinggal di negara-negara Barat adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, terbukti bahwa orang Eropa tidak mendapatkan pelajaran dari sejarah mereka karena telah mengulangi kejahatan serupa terhadap orang Yahudi selama paruh pertama abad ke-20. Mereka sepertinya sudah melupakan kejahatan genosida yang dilakukan terhadap Muslim Bosnia pada 1990-an.

Baca Juga

Jika itu tentang demokrasi liberal dan prinsip kebebasan berekspresi, pemerintah yang sama yang mengizinkan seorang rasis membakar Alquran akan mengizinkan kejahatan kebencian yang sama dilakukan terhadap Taurat, kitab suci orang Yahudi.

Dengan kata lain, peristiwa terbaru menunjukkan bahwa pemerintah Eropa peka terhadap kejahatan yang dilakukan terhadap satu agama tetapi tidak terhadap yang lain. Jangan lupa bahwa kejahatan rasial adalah kejahatan rasial, apakah itu dilakukan terhadap Muslim atau Yahudi.

Sentimen anti-Islam yang meningkat ini akan mengarah pada orang lain dan demonisasi Muslim lebih lanjut, karena Islam dan Muslim telah dianggap sebagai kambing hitam oleh orang Eropa, terutama selama dua dekade terakhir. Dengan kata lain, pemerintah Eropa telah membuka jalan bagi penyebaran anti-Islam ke seluruh Eropa.

“Saya khawatir kebijakan pemerintah Eropa saat ini akan melanjutkan sentimen anti-Islam dan anti-Muslim yang sudah ada di Eropa, yang dapat menyebabkan pembunuhan massal di benua itu,” kata Direktur Kajian Kebijakan Luar Negeri di SETA Foundation, Muhittin Ataman dilansir dari Daily Sabah, Kamis (2/2/2023).

Setiap pengamat, akademisi, atau politisi yang berakal sehat dapat dengan mudah melihat bahwa semua kebijakan anti-Muslim ini kontraproduktif bagi negara-negara Eropa. Ada jutaan Muslim yang tinggal di seluruh benua Eropa. Saat ini lebih dari 5 persen populasi Eropa adalah Muslim.

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Secara umum diklaim bahwa jumlah umat Islam yang tinggal di Eropa telah mencapai 70 juta. Selain itu, tidak semua Muslim yang tinggal di Eropa adalah migran ilegal, dan mereka tidak homogen.

Muslim di Eropa

Setidaknya ada empat tipe Muslim yang tinggal di Eropa. Kelompok pertama adalah Muslim Eropa yang secara historis tinggal di benua itu, seperti Albania, Bosnia, dan Turki. Selain Turki, ada tiga negara tradisional mayoritas Muslim di benua Eropa, yaitu Albania, Kosovo, dan Bosnia-Herzegovina. 

Selain itu, beberapa negara Eropa menampung minoritas Muslim yang signifikan. Misalnya, lebih dari 15 juta Muslim tinggal di bagian Eropa Rusia. Demikian pula, Bulgaria, Yunani, dan Makedonia Utara memiliki minoritas Muslim yang signifikan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement