Selasa 31 Jan 2023 06:00 WIB

Kurangi Biaya Haji, Ketum ICMI Usulkan Indonesia Investasi Akomodasi di Arab Saudi

Pembahasan soal biaya haji masih menjadi isu hangat.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Kurangi Biaya Haji, Ketum ICMI Usulkan Indonesia Investasi Akomodasi di Arab Saudi. Foto: Rektor IPB University, Arif Satria
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Kurangi Biaya Haji, Ketum ICMI Usulkan Indonesia Investasi Akomodasi di Arab Saudi. Foto: Rektor IPB University, Arif Satria

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan seputar kenaikan biaya haji yang dibayarkan jamaah 2023 hingga saat ini masih menjadi isu yang hangat. Untuk mengurangi biaya tersebut, Ketua Umum ICMI sekaligus rektor IPB, Prof Arif Satria, mengusulkan agar Indonesia melakukan investasi akomodasi di Saudi.

"Aspirasi kita, bagaimana investasi akomodasi menjadi penting dan keniscayaan, karena ini berlangsung setiap tahunnya, sifatnya rutin. Tren orang berangkat haji ini semakin lama semakin meningkat," ucap dia dalam kegiatan Forum Diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan yang digelar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Senin (30/1/2023).

Baca Juga

Ia menyebut proses penyelenggaraan ibadah haji di Saudi ini berkaitan dengan politik ekonomi. Tidak bisa dipungkiri, kegiatan satu tahun sekali ini merupakan bisnis besar. Hotel-hotel besar di Arab Saudi, termasuk Makkah dan Madinah, sebagian besar merupakan jenema milik negara Barat. Sehingga, Arif Satria pun mempertanyakan siapa yang menikmati proses haji tersebut.

Publik saat ini disebut memahami jika ada beberapa aspek teknis yang mengalami kenaikan, tentu perlu dilakukan penyesuaian. Konteks kenaikan ini pun perlu diikutin dengan penguatan tata kelola yang baik, dalam hal transparansi dan akuntabilitas.

Berdasarkan paparan usulan biaya haji 1444 H yang disampaikan Kementerian Agama (Kemenag) beberapa waktu lalu, salah satu poin yang tinggi adalah biaya penerbangan. Disebutkan perhitungan aspek ini mencapai Rp 33 juta untuk tiap jamaah.

Arif Satria menilai angka ini relatif sangat mahal jika dibandingkan dengan penerbangan ekonomi biasa. Namun, ia tidak menyangkal jika ada logika atau perhitungan yang berbeda dengan penggunaan penerbangan biasa.

"Penerbangan biasa, orang  ke Jeddah paling sekitar Rp 10-15 juta. Rp 33 juta ini mahal, karena berangkat penuh pulang kosong. Harga penerbangan ini tinggi untuk mengcover biaya pulang yang kosong tadi," lanjutnya.

Meski demikian, ia tetap mendorong pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan pihak maskapai. Kedua pihak harus membuat perhitungan dengan pertimbangan riil dan kalkulasi yang moderat, mengingat komponen harga yang ditetapkan juga sudah menghitung keuntungan.

Selanjutnya, aspek lain yang bisa diperhitungkan dalam pengurangan biaya adalah jumlah masa tinggal jamaah di Saudi. Jika selama ini ibadah haji memakan waktu 40 hari, ia mengusulkan agar dipangkas hanya 30 hari saja. Ia mencontohkan pelaksanaan haji plus yang bisa diraih dengan durasi 12 hingga 15 hari, yang hanya mengambil kegiatan inti dan pokoknya.

"Banyak hal yang bisa dilakukan untuk memotong pengurangan biaya haji. Salah satunya juga airport, yang saat ini bertumpu di Jeddah dan Madinah. Ini kalau bisa buka alternatif di tempat lain, Thaif misalnya, bisa dilakukan simulasinya," ujarnya.

Terakhir, ia pun menyebutkan kebijakan baru yang dibuat Malaysia, yaitu biaya bertingkat atau perkelas, sesuai dengan kemampuan jamaahnya. Indonesia disebut bisa melakukan skema biaya serupa, dengan membuat perhitungan durasi hari haji yang berbeda mulai dari 40 hari, 30 hari dan 20 hari, serta dengan pelayanan atau fasilitas yang sesuai dengan biaya tersebut.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement