Senin 12 Dec 2022 01:05 WIB

Puluhan Kelompok Uighur Desak Negara Muslim Mengutuk Genosida di Xinjiang

Lebih dari 50 kelompok Uighur mendesak pemimpin negara Muslim kutuk genosida Xinjiang

Rep: Alkhaledi kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Jalur sepanjang 825 kilometer di wilayah baratdaya Daerah Otonomi Xinjiang mulai dioperasikan pada Kamis (16/6/2022).
Foto: China State Railway Group
Jalur sepanjang 825 kilometer di wilayah baratdaya Daerah Otonomi Xinjiang mulai dioperasikan pada Kamis (16/6/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG – Lebih dari 50 kelompok Uighur mendesak kepala negara dan pemimpin organisasi internasional yang bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pekan ini di Arab Saudi untuk mengutuk kejahatan kekejaman China terhadap Uighur. Mereka mendesak penghentian genosida di wilayah Xinjiang

Xi Jinping yang melakukan kunjungan kenegaraan selama tiga hari ke Arab Saudi, menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif dengan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud. Selama awal kunjungan, perusahaan China dan Saudi menandatangani lebih dari 30 perjanjian investasi.

“Dalam berbagai kesempatan, organisasi Uighur telah menyatakan kekecewaan besar mereka atas sikap diam negara-negara mayoritas Muslim atas genosida Uighur, yang melibatkan penahanan sewenang-wenang terhadap jutaan orang Uighur di kamp-kamp konsentrasi, di mana mereka dipaksa untuk meninggalkan keyakinan dan praktik keagamaan mereka,” jelas kelompok itu dalam sebuah pernyataan dilansir dari Radio Free Asia, Kamis (8/12/2022).

Mereka mengatakan, pihak berwenang telah menghancurkan atau merusak ribuan masjid dan kuburan di Xinjiang, yang oleh orang Uighur disebut sebagai Turkistan Timur. Mereka juga melarang praktik keagamaan seperti memberi nama Islami kepada anak-anak, berpuasa selama bulan suci Ramadhan, dan memaksa Muslim untuk makan daging babi dan minum alkohol.

Pada bulan Oktober, banyak negara mayoritas Muslim memberikan suara menentang atau abstain pada resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berusaha untuk meningkatkan perdebatan di Dewan Hak Asasi Manusia atas laporan mantan kepala hak asasi manusia PBB tentang pelanggaran hak di Xinjiang.

Laporan tersebut mendokumentasikan pelanggaran yang meluas termasuk penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, aborsi paksa, dan pelanggaran kebebasan beragama. Laporan itu menyimpulkan bahwa represi di sana mungkin merupakan kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Kegagalan negara-negara ini untuk memberikan ruang debat di Dewan Hak Asasi Manusia, sebuah badan yang dibentuk untuk melakukan hal itu, bertentangan dengan nilai-nilai inti dan prinsip-prinsip Islam,” kata pernyataan itu.

Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Sedunia atau WUC yang berbasis di Munich, Jerman, mengatakan China tidak hanya melakukan genosida terhadap Muslim Uighur, tetapi juga telah menyatakan perang terhadap Islam.

“Benar-benar tidak dapat diterima bahwa para pemimpin dunia Muslim akan duduk dengan diktator China di panggung yang sama dan hanya berbicara tentang bisnis dan kerja sama dengan menutup mata terhadap serangan China terhadap Islam,” katanya kepada Radio Free Asia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement