Kamis 08 Dec 2022 05:13 WIB

Gerakan Menanam di Pekarangan Disebut Dapat Tekan Inflasi

Kegiatan ini menyasar KWT agar dapat memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk kompos

Rep: bayu adji p/ Red: Hiru Muhammad
BI Tasikmalaya menggelar kegiatan Workshop Organic Waste Management di Bale Priangan, Kantor Perwakilan BI Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Rabu (7/12/2022).
Foto: Republika/Bayu Adji P
BI Tasikmalaya menggelar kegiatan Workshop Organic Waste Management di Bale Priangan, Kantor Perwakilan BI Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Rabu (7/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Ratusan perempuan dari berbagai wilayah di Priangan Timur berkumpul di Bale Priangan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Rabu (7/12/2022). Para perempuan yang mayoritas aktif sebagai kelompok wanita tani (KWT) itu mendapat pelatihan Tasikmalaya menggelar kegiatan Workshop Organic Waste Management yang digelar BI Tasikmalaya.

Kepala Perwakilan BI Tasikmalaya, Aswin Kosotali, mengatakan, kegiatan itu sengaja menyasar KWT agar dapat memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk kompos. Kegiatan yang menghadirkan narasumber praktisi di bidang pengolahan sampah itu bertujuan untuk mendukung gerakan nasional pengendalian inflasi pangan.

Baca Juga

"Jadi diharapkan, dengan pelatihan ini, sampah rumah tangga yang biasanya dibuang bisa diolah menjadi pupuk organik. Pupuk itu tentu dapat meningkatkan produksi urban farming yang selama ini dilakukan KWT," kata Aswin usai kegiatan, Rabu sore.

Menurut dia, selama ini BI Tasikmalaya telah melibatkan KWT di wilayah Priangan Timur untuk bisa ikut serta dalam menekan inflasi. Salah satu produk yang dihasilkan oleh KWT adalah tanaman cabai.

Namun, ke depan, BI Tasikmalaya akan mencoba komoditas lain yang bisa ditanam di pekarangan rumah di wilayah Priangan Timur. "Kami siap memberikan pelatihan kepada para KWT. Jadi ibu-ibu bisa menanam produk yang berpengaruh terhadap inflasi," ujar dia.

Aswin menjelaskan, gerakan menanam di pekarangan rumah sangat berkorelasi positif antara terhadap inflasi. Itu telah dibuktikan di daerah lain, salah satunya di Manado, Sulawesi Utara."Ini yang kita coba terapkan di Tasikmalaya dan Priangan Timur. Kalau ada yang baik, kenapa tidak kita tiru. Jadi ini bisa jadi gerakan lebih masif," ujar dia.

Aswin menambahkan, pelatihan mengelola sampah organik menjadi pupuk kompos itu juga diharapkan dapat membantu memgatasi permasalahan sampah, khususnya di Kota Tasikmalaya. Sebab, ia tak memungkiri masih banyak sampah rumah tangga tidak berakhir ke tempat sampah. Padahal, sampah itu masih dapat diolah menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.

"Di sisi lain, itu bisa digunakan oleh para KWT meningkatkan produksinya. Ini juga akan menciptakan peluang usaha baru, selain produk pertanian bisa dijual, tapi juga bisa menjual pupuk organik," ujar dia.

Team Leader No Organic Waste, Novi Pratiwi Lestari, mengatakan, dalam kegiatan itu pihaknya memberikan wawasan kepada para peserta terkait cara membuat pupuk kompos. Menurut dia, sebenarnya sudah banyak orang yang mengetahui membuat kompos. Namun itu banyak terkendala masalah, sehingga mereka rata-rata enggan melakukannya.

"Jadi kami ubah pola pikir mereka untuk membantu mengurangi sampah. Apalagi, saat ini Indonesia darurat sampah, terutama sampah makanan," kata perempuan asal Kota Tasikmalaya yang menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut.

Novi menyebutkan, saat ini Indonesia merupakan penghasil sampah terbesar kedua di dunia. Dari total sampah yang dihasilkan, mayoritas dinilai merupakan sampah rumah tangga. Padahal, sampah rumah tangga sangat mungkin untuk diolah menjadi kompos, di mana pupuknya dapat digunakan untuk menanam di pekarangan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement