Kamis 20 Oct 2022 21:00 WIB

Dinasti Buwaihi Lahirkan Dua Filosof Besar

Dalam bidang studi filsafat, Dinasti Buwaihi melahirkan dua filsosof besar.

Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

IHRAM.CO.ID, Dalam bidang studi filsafat, Dinasti Buwaihi melahirkan dua filsosof besar dalam sejarah peradaban manusia. Keduanya adalah Al-Farabi dan Ibnu Miskawaih. Al-Farabi dikenal sebagai  The Second Teacher alias Mahaguru kedua. Dedikasi dan pengabdiannya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan telah membuatnya didaulat sebagai guru kedua setelah Aristotelespemikir besar zaman Yunani.

Sosok dan pemikiran al-Farabi hingga kini tetap menjadi perhatian dunia. Dialah filosof Islam pertama yang berhasil mempertalikan serta menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam. Sehingga, bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Pemikirannya begitu berpengaruh besar terhadap dunia Barat.

Baca Juga

Menurut Ibn al-Nadim, al-Farabi berasal dari Faryab di Khurasan. Faryab adalah nama sebuah provinsi di Afghanistan. Keterangan itu diperoleh oleh al-Nadim dari temannya bernama Yahya ibnu Adi yang dikenal sebagai murid terdekat al-Farabi. Sejumlah ahli sejarah dari Barat, salah satunya Peter J King juga menyatakan al-Farabi berasal dari Persia.

Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, ahli sejarah abad pertengahan, Ibnu Khallekan mengklaim bahwa al-Farabi lahir di sebuah desa kecil bernama Wasij di dekat Farab ( sekarang Otrar berada di Kazakhstan). Konon, ayahnya berasal dari Turki. Menurut Encyclopaedia Britannica, al-Farabi juga berasal dari Turki atau Turki Seljuk.

Sedangkan, Ibnu Miskawaih dikenal sebagai guru ketiga setelah al-Farabi. Ia adalah seorang ilmuwan agung kelahiran Ray, Persia (sekarang Iran) sekitar tahun 320 H/932 M. Ia merupakan seorang ilmuwan hebat, bahkan ia juga dikenal sebagai seorang filsuf, penyair, dan sejarawan yang sangat terkenal.

Ia terlahir pada era kejayaan Kekhalifahan Abbasiyyah. Ibnu Maskawaih adalah seorang keturunan Persia yang konon dulunya keluarganya dan dia beragama Majuzi dan pindah ke dalam Islam. Ia merupakan seorang yang aktif dalam dunia politik di era kekuasaan Dinasti Buwaihi, di Baghdad.

Ibnu Miskawaih meninggalkan Ray menuju Baghdad dan mengabdi kepada istana Pangeran Buwaihi sebagai bendaharawan dan beberapa jabatan lain. Dia mengombinasikan karier politik dengan peraturan filsafat yang penting. Tak hanya di kantor Buwaihi di Baghdad, ia juga mengabdi di Isfahan dan Rayy. Akhir hidupnya banyak dicurahkannya untuk studi dan menulis.

Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak (etika) walaupun perhatiannya luas meliputi ilmu-ilmu yang lain, seperti kedokteran, bahasa, sastra, dan sejarah. Bahkan, dalam literatur filsafat Islam, tampaknya hanya Ibnu Miskawaih inilah satu-satunya tokoh filsafat akhlak.

Semasa hidupnya, ia merupakan anggota kelompok intelektual terkenal seperti al-Tawhidi dan al-Sijistani. Ia  mengembuskan napas terakhirnya di Asfahan 9 Safar 421 H (16 Februari 1030 M). 

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement