Kamis 11 Aug 2022 20:36 WIB

Pemkab Semarang Didorong Miliki Shelter Perlindungan Perempuan dan Anak

Perlindungan anak dan perempuan masih membutuhkan keseriusan penanganan

Rep: bowo pribadi/ Red: Hiru Muhammad
Kabupaten Semarang semestinya sudah memiliki shelter bagi penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Hal ini penting agar penanganan terhadap korban kasus- kasus kekerasan pada perempuan dan anak dapat dilakukan lebih optimal.   Perlindungan anak (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Kabupaten Semarang semestinya sudah memiliki shelter bagi penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Hal ini penting agar penanganan terhadap korban kasus- kasus kekerasan pada perempuan dan anak dapat dilakukan lebih optimal. Perlindungan anak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN—Kabupaten Semarang semestinya sudah memiliki shelter bagi penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Hal ini penting agar penanganan terhadap korban kasus- kasus kekerasan pada perempuan dan anak dapat dilakukan lebih optimal.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jawa Tengah, Samsul Ridwan melihat, upaya penanganan berbagai kasus yang menempatkan perempuan dan anak sebagai korban di Kabupaten Semarang masih membutuhkan keseriusan dari jajaran pemangku kebijakan.

Baca Juga

Khususnya yang terkait dengan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang memang memiliki kualifikasi serta sarana dan prasarana (sarpras) pendukung untuk memenuhi hak- hak para korban. “Mestinya, Kabupaten Semarang ini sudah mempunyai shelter perlindungan perempuan dan anak yang mejadi korban,” ungkapnya di Ungaran, Kamis (11/8/2022).

Terlepas dari masih maraknya kasus- kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, jelasnya, keberadaan shelter ini menjadi penting sebagai bagian dari upaya kehadiran pemerintah dalam memeberikan perlindungan.

Shelter juga dibutuhkan agar proses penanganan terhadap berbagai kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di daerah ini dapat diberikan dengan terpadu dan komperehensif, terkait dengan kebutuhan dan hak- haknya.

“Karena yang namanya shelter itu ada psikolognya, ada konsultasi dokternya, ada pendamping dan pekerja sosialnya (peksos) dan bahkan gedungnya yang juga tidak gampang dijangkau oleh orang lain,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Samsul, Pemkab Semarang perlu didorong untuk menyediakan shelter yang tupoksinya ada pada Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Semarang.

LPAI Jawa Tengah, tambahnya, siap membantu Pemkab Semarang dalam mempersiapkan substansi maupun kurikulumnya. Tinggal bagaimana para pemangku kebijakan ini didorong, baik dari komitmen maupun kebijakan anggarannya.

Ia juga menyampaikan, jika berbicara kebutuhan shelter bagi perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, sebenarnya tidak hanya di Kabupaten Semarang saja, namun juga mendesak di Jawa Tengah. “Karena di Jawa Tengah selama ini belum ada shelter yang dikelola oleh kabupaten/kota,” tegasnya.          

Sementara itu, Kepala DP3AKB Kabpaten Semarang, Dewi Pramuningsih mengakui tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerahnya masih cukup  memprihatinkan.

“Karena di dunia maupun di tempat- tempat yang mestinya para perempuan dan anak merasa aman ternyata mereka masih mengalami perlakuan yang semestinya tidak harus mereka dapatkan,” jelasnya.  

Berdasarkan data korban terlapor yang masuk ke DP3AKB kabupaten Semarang, lanjut Dewi, sepanjang tahun 2021 tercatat ada sebanyak 146 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten Semarang.

Secara rinci, kasus kekerasan ini masih didominasi oleh kekerasan fisik (penganiayaan) yang jumlahnya mencapai 41 persen. Sementara kasus kekerasan seksual mencapai 27 persen dan kasus KDRT sebanyak 26 persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement