Selasa 31 May 2022 12:55 WIB

MK Koreksi Syarat Calon Kepala Daerah Bagi Pelaku Perbuatan Tercela

Syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela tidak sepenuhnya berdasarkan SKCK.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ilham Tirta
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.
Foto: Antara/Reno Esnir
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 2/PUU-XX/2022 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). MK mengoreksi ketentuan syarat yang harus dipenuhi calon kepala daerah untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Pasal 7 ayat 2 huruf i UU Pilkada bagi pelaku perbuatan tercela.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Hakim Konstitusi, Aswanto dalam sidang pengucapan putusan secara daring, Selasa (31/5/2022).

Baca Juga

Pasal 7 ayat 2 menyebutkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi calon gubernur, bupati, dan wali kota beserta para wakilnya untuk dapat mengikuti pilkada. Dalam Pasal 7 ayat 2 huruf i berbunyi, 'tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian'.

Dalam lembaran penjelasan, yang dimaksud dengan melakukan perbuatan tercela, antara lain judi, mabuk, pemakai pengedar narkotika, dan berzina, serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya. Namun, dalam putusannya, MK mengoreksi agar Pasal 7 ayat 2 huruf i ini dimaknai, 'dikecualikan bagi pelaku perbuatan tercela yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan selesai menjalani masa pidananya serta secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana'.

Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan, syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) hanya bersifat administrasi untuk membuktikan seseorang pernah atau tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Namun dalam hal ini, SKCK bukan merupakan satu-satunya parameter sebagai rekam jejak yang serta-merta dapat disimpulkan tidak memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah.

Sebab, menurut MK, bisa jadi seseorang yang melakukan perbuatan yang dimaksud karena adanya kelalaian atau kealpaan. Di samping itu, perbuatannya itu merupakan tindak pidana yang bisa jadi tergolong ringan atau sedang dibandingkan dengan pelaku tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih.

MK menilai, terhadap pelaku perbuatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana termaktub dalam penjelasan Pasal 7 ayat 2 huruf i UU Pilkada dan telah dijatuhi pidana oleh pengadilan dan selesai menjalani masa pidana menjadi tertutup kesempatannya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Suhartoyo mengatakan, sekalipun syarat melampirkan SKCK tetap diberlakukan dengan model atau format apapun, hal tersebut tidak boleh menjadi penghalang bagi calon kepala daerah ikut pilkada, sepanjang yang bersangkutan telah memperoleh putusan pengadilan dan telah selesai menjalani masa pidana serta sepanjang syarat-syarat lainnya terpenuhi.

"Dengan kata lain, bagi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah melakukan perbuatan yang melanggar Penjelasan Pasal 7 ayat 2 huruf i u Undang-Undang 10/2016 dan telah dijatuhi pidana oleh pengadilan serta telah selesai menjalani masa pidana, maka harus dikecualikan untuk tidak dikenakan syarat SKCK yang masih dikaitkan dengan perbuatannya tersebut," kata dia.

Dia menegaskan, calon kepala daerah yang pernah melakukan perbuatan tercela yang telah memperoleh putusan pengadilan dan telah selesai menjalani masa pidana wajib secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana. Suhartoyo melanjutkan, dengan adanya penegasan dari Mahkamah ini, maka penyelenggara pilkada termasuk dalam pihak kepolisian segera memformulasikan bentuk/format SKCK sebagaimana yang dikehendaki dalam norma Pasal 7 ayat 2 huruf i.

Pemohon dalam perkara ini ialah Hardizal, seorang mantan terpidana psikotropika. Dia mengaku telah menyelesaikan seluruh putusan pengadilan, baik pidana penjara maupun denda, tanpa adanya hukuman tambahan berupa larangan untuk aktif dalam kegiatan politik dan/atau dipilih atau memilih dalam suatu pilkada.

Hardizal pernah mencalonkan diri menjadi bakal calon wakil wali kota Sungai Penuh pada Pilkada 2020 mendampingi Ahmad Zubir dengan diusung PDIP, PPP, dan Partai Berkarya. Namun, ketiga partai ini mengalihkan rekomendasi persetujuannya ke bakal pasangan calon lain.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement